Tentang DNF, bukan soal Do Not Finish tapi Do Next Fight.

Quote yang ngena banget, CHALLENGE YOUR LIMIT

Do Not Finish disingkat Do Not Finish, alias gak menyelesaikan finish di bawah waktu Cut of Time adalah hal yang paling dihindari oleh semua pelari, baik trail ataupun road.

Semua sepakat kalau ikut event lari itu tujuan utamanya ya finish, berkumpul keluarga ya keharusan. Tapi di dunia lari, apalagi trail ada hal hal di luar kendali kita.

Sepanjang saya ikut event lari, saya pun pernah DNF. Ketiganya di event yang sama, yaitu Rinjani100 πŸ˜‚, apakah saya kapok? Oh tentu tidak malah itu yang menjadi motivasi saya buat evaluasi diri, kenapa bisa DNF anjiir.
Saya ceritakan satu persatu

DNF Pertama : Rinjani 100 2018 kategori 60 km
Pertama, event ini ultra trail perdana saya. Yeaaah perdana, perdana udah ngambil trail, terlihat goblok bukan 🀣 Saya akui, ya goblok. Rute 60 km ini sebenernya mirip rute pendakian Rinjani lintas Senaru - Puncak - Sembalun plus Pergasingan, plus Bukit Telaga. Yaaa rute pendakian 3 hari 2 malam dipadatkan jadi 20 jam batas Cut Off Time. Sadis bukan?
My first trail run event, langsung ULTRA COK

Nah kenapa saya PD saat itu ambil kategori 60? Btw saya tinggal di Lombok tahun 2016 - 2020.  Rinjani adalah playground saya, hampir tiap bulan sekali saya dan teman teman tektok atau hiking. Bahkan sebelum event dimulai saya latian elevasi langsung di Rinjani. Dan waktu itu udah mantap betul dengan kategori 60.

Kondisi badan saat event fit, sangat sangat fit. Mulai dari start di Senaru sampai Plawangan Sembalun, saya lalui dengan hati gembira πŸ˜‚. Nah permasalahannya adalah ketika di Plawangan Sembalun, saya terlalu lama berhenti. Berhenti kenapa?

Pertama, Menunggu temen, ya nunggu temen. Ini hal terbodoh yang gak akan pernah saya lakukan lagi di event selanjutnya. Hampir 2 jam saya nunggu temen di Plawangan Sembalun yang ujung-ujungnya saya tinggal juga. Saya sampai Plawangan Sembalun itu sekitar jam 6 pagi. Baru beranjak ke puncak jam 8, pokoknya sampai puncak itu 10.15, 45 menit sebelum kena COP puncak jam 11. 

Kedua, Menikmati makanan dan minuman di water station. Hahahaha. Bayangin ya, capeknya rute Senaru, Danau, Plawangan Sembalun, gimana gak tergoda sama kemeriahan water station besar di Plawangan Sembalun. Mulai dari Pop Mie semangka dan lain-lain. Begitu pula yang saya lakukan di WS Pos 2 Rinjani 🀣🀣🀣 45 menit saya berhenti di situ sambil makan pop mie.
tuh saya lagi mangap makan snack, saya berhenti lamaaa sekali di WS Plawangan Sembalun

Ketiga, ngonten tanpa ngeliat kemampuan, lari sambil ngonten tentu bakal memperlambat laju mu, dan saat itu saya membawa kamera yicam lumayan menambah beban. Oh ya waktu itu saya terlalu banyak bawa barang di luar mandatory gears, kayak track pole, topi. Kacamata item dsb dsb. Event ini membuat saya lebih selektif bawa barang kalau race kedepannya. Dan sejak itu juga saya berprinsip, nikmati larimu, urusan konten, biarkan fotografer yang kerja. 
zaman masih suka ngonten

Keempat, salah perhitungan. Bukit Pergasingan di luar nalar. Dari awal saya sudah tau kalau naik Pergasingannya lewat jalur punggungan belakang. Saya pikir "aaah lewat punggungan mah landai", ternyata 5 km tanjakan tanpa bonus 🀣. Bayangin ya, abis naik Senaru Rinjani, langsung kena hajar Pergasingan.

Akhirnya saya nyerah di basecamp Pergasingan. Sisa waktu yang ada udah gak cukup buat sampai finish under COT. Masih ada Bukit Telaga yang curam 🀣. Dari sini saya baru sadar, trail itu bukan soal kekuatan, bukan juga soal mental, tapi itung itungan. Andai gak buang-buang waktu, saya optimis finish. Dari situ saya belajar, ketika ikut event, its about you, bukan yang lain, pikirkan dirimu sendiri, kamu gak dibayar buat nunggu temen. Kecuali kamu ikut even sebagai pacer, ya monggo silakan.
Setahun kemudian saya ikut Mantra Summit Challange (MSC) 2019 kategori 55 km, dan berhasil finish. MSC 2019 trail run pertama saya yang berhasil finish under COT.

DNF Kedua : Rinjani 100 2022 kategori 119 km Start Belanting
saya menunjuk WS Pos 2 Rinjani, dan kebetulan saya DNFnya juga di WS Pos 2 Rinjani πŸ’€πŸ’€πŸ’€

Sebenarnya cerita tentang DNF di Rinjani100 2022 pernah saya tulis secara lengkap di sini Rute Rinjani100 Kategori 119 km Yang Brutal Parah (DNF Akhirnya hahaha) 
Kategori Ultra di 2022 ini memang berat. Setelah 3 tahun batal karena Gempa Lombok dan wabah Covid, akhirnya Rinjani100 kembali digelar tahun 2022. Rinjani100 tahun 2022 kategori Ultra mengalami perubahan jarak dan rute di kategori ultra. Kategori 60 km berubah menjadi 75 km, dan kategori 100 km berubah menjadi 119 km. Semua kategori ultra titik startnya yang semula berada di Senaru, berubah ke Belanting. Perubahan ini menurut saya karena saat itu jalur Plawangan Senaru ke Danau Segara Anak masih rusak belum bisa dilalui karena dampak gempa 2018. Dari Belanting yang ada di pesisir pantai, melewati hutan belantara dan tembus ke Sembalun. Tanjakannya ini gak kalah terjal sama Senaru. 
Sebagai finisher Mantra Summit Challange kategori 116 km, Ijen Trail Run 100 km, dan Bromo Tengger Semeru Ultra Kategori 100 km, saya PD daftar Rinjani100 kategori 119 km ini (dan akhirnya sadar, Rinjani100 ini rutenya emang di luar nalar dibanding event trail lain πŸ˜…)
The Big Boss alias tanjakan besarnya yaitu summit Rinjani ada di tengah akhir dari keseluruhan jarak 119 km. Bayangkan ya, pelari sudah engap-engapan nanjak Anak Dara, Nanggi, Sempana, Propok, Lincak, kena hajar lagi di Rinjani dan Pergasingan.
JANC*&%$#%K!!! TERNYATA BERAT BANGET RUTENYAAAA

Oh ya karena rute baru, saya benar-benar gak expect kalau kesulitannya parah banget. Apalagi yang namanya Bukit Lincak, buset,, πŸ˜… membubarkan itung-itungan rundown. Tapi tetep saya paksa lari
Dalam kondisi ngantuk dan lelah, saya lari sendirian di padang sabana jalur pendakian Sembalun. Gunung Rinjani tampak samar-samar. Dari kejauhan terlihat lampu Pos 2. Sekitar pukul 00:30 saya akhirnya tiba di Pos 2. Ternyata ada Mbak Nia dan salah satu pelari cowok. Mereka pelari di depan saya yang jaraknya sekitar 1 jam. Di Pos 2 ini sepertinya ada harapan kalau saya bisa bareng Mbak Nia yang memang sering podium lari ultra trail. Mbak Nia ngajak saya memanfaatkan waktu lima jam buat summit. Estimasinya, 2 jam sampai plawangan Sembalun, 3 jam sampai puncak Rinjani. Kami bertiga berangkat. Tapi baru beberapa ratus meter, saya langsung balik badan kembali ke Pos 2. Dengan waktu 5 jam, rasanya sulit banget bisa sampai Puncak Rinjani sebelum COP puncak.
Kembali di Pos 2 saya lapor ke panitia buat DNF. sudah 73 km saya lewati. Saya ditemani Bang Abas teman lari di Lombok yang jadi panitia. Sebelum balik Sembalun, saya makan lumayan banyak di Pos 2, jeruk, semangka, coca cola, pokoknya sepuas puasnya. Supaya menghemat waktu saya ngojek dari Pos 2 ke Sembalun. Di perjalanan saya bertemu dengan pelari kategori 36km yang sudah berangkat jam 23:30.
Dua bulan kemudian saya ikut Mantra Summit Challange (MSC) kategori 116 km, sambil mbatin, apa iya saya selemah itu πŸ˜…. Belajar dari Rinjani100, akhirnya berhasil finish juga itu 116 km. Memang ya Rinjani100 ini di luar nalar πŸ’€πŸ’€

DNF Ketiga : Rinjani 100 2023 kategori 119 km Cedera Yang Gak Mungkin Ditahan

Apakah saya kapok ikut Rinjani100 lagi? oo tentu tidak. Dengan itung-itungan yang lebih baik dan hilangnya COP Puncak, saya optimis bisa finish. Namun 2 hal yang saya paling takutin kalau trail, cedera dan nyasar terjadi di tahun ini.
Kaki nyungsruk menjelang Bukit Anak Dara, tapi masih bisa dinego buat naik ke bukit yang punya ketinggian 1923 meter di atas permukaan laut ini. Tahun lalu saya gedeg banget sama Anak Dara, puncaknya kagak abis abis, tapi kali ini Anak Dara terasa ramah, keseleonya aja yang bikin pesimis bisa lanjut atau nggak.
Dengan kondisi kaki yang agak nyeri, saya masih bisa paksa naik Nanggi, lanjut Sempana, dan akhirnya saya nyerah di sebuah lembah antara antara Sempana dengan Jaran Kurus. Kaki bengkak dan biru, saya pun agak pincang. 
Ini ketika saya di susul Pak Edi Hosana (pelari ultra senior) pas turun Anak Dara, kaki kerasa nyeri banget

Oke, cukup sampai disini, selanjutnya mikir, mau evakuasi mandiri ke depan atau belakang karena kondisinya emang ada di antara dua bukit πŸ˜…, maju harus nanjak bukit Jaran Kurus, mundur pun harus nanjak ke Sempana. Akhirnya saya putuskan tetap melaju ke depan, melintasi Jaran Kurus dan lanjut ke arah WS Pusuk Sembalun.
inilah penampakan jalur kalau saya evakuasi mundur balik lagi ke Sempana

Inilah penampakan jalur kalau saya evakuasi maju ke arah Bukit Jaran Kurus


Nah karena sudah gak fokus marka, saya salah jalur di bukit Jaran Kurus, melenceng ke kiri, itu kalau saya lanjutin nyasarnya, akan mengarah ke Bukit Pal Jepang. Untung aplikasi GPX saya terus membunyikan alarm kalau langkah saya menjauh dari jalur. Saya pun kembali ke jalur yang benar dengan kondisi masih terpincang. Pelari di belakang saya, satu persatu menyalip, dan rasa dongkol pun keluar. BANGSAAT, KENAPA PAKE CEDERA SIH πŸ‘ΊπŸ‘ΊπŸ‘Ί padahal kalau dibandingkan dengan 2022, saya lebih cepat 45 menit sampai tempat ini. 
Timeline IG pun bikin dada nyesek πŸ˜… anjir, pada pamer foto-foto medali 😭. Sementara saya 3 kali ikut Rinjani100 gak pernah sekalipun dapat medali. Desain medalinya emang biasa aja, tapi, belum pernah finish sama sekali di Lombok yang udah saya anggap rumah sendiri.

2024 Akhirnya Pecah Telor Rinjani100
Akhirnya finish juga πŸ˜…

Akhirnya di 2024, saya berhasil finish kategori 60 km dengan cemerlang, menyelesaikan unfinished business di tahun 2018. Rinjani100 kategori 60 dan 100 kembali ke rute original melalui Senaru karena jalur turunan ke Segara Anak sudah diperbaiki walupun rada-rada ekstrem ya.  Dan ini sesuai dengan prediksi, bahwa kategori 60 km sangat-sangat achievable kalau saya gak buang buang waktu di WS. Saya berhasil finish 2 jam sebelum COT, 2 jam yang tahun 2018 saya sia siakan πŸ˜….

So apakah DNF harus membuat saya kapok? kalau rutenya masih lewat Belanting, iya saya kapok, kemampuan saya gak cukup, tahun 2023 pun seandainya saya gak cedera, tetep bakal kecil peluang saya bisa finish under COT. Makanya begitu Rinjani100 tahun 2024 kembali ke rute original, happy banget, sesuai itung-itungan, saya yakin bisa finish.

Quote Rinjani100 yang ngena banget "CHALLENGE YOUR LIMIT", DNF di trail run adalah hal yang biasa. Variabel penyebab DNF lari di trail lebih banyak dibanding dengan road . Contohnya soal hujan, di road, hujan gak terlalu jadi soal karena masih bisa dilewatin. Beda kalau di trail dengan jalur offroad, pace akan berkurang jauh karena jalanan jadi berlumpur dan licin. Risiko cedera pun lebih banyak terjadi di trail.

Salah satu kebiasaan buruk yang masih saya lakukan adalah tidak mengikuti race briefing. Padahal briefing ini penting banget untuk mengetahui prosedur dan titik titik evakuasi yang dilakukan oleh panitia. 

Oh iya, ketika memutuskan DNF sebaiknya lapor ke panitia, supaya gak dianggap hilang. Boleh lapor ke WS/CP terdekat atau bisa juga lapor  langsung ke race sentral. 

Abis DNF saya biasanya selalu nanya-nanya ke teman-teman pelari yang berhasil finish bagaimana mereka bisa mengatasi kesulitan yang saya rasakan. Saya pun minta ijin pelajari result di strava mereka, dan sering kali menemukan saya terlalu ngegas di awal πŸ˜…. DNF di 2023 sepertinya karena ini, terlalu semangat ngebut sampai gak nyadar ada lubang ketutup rumput.

Nah alih alih pasrah dan mengguman "emang saya lemah" lebih baik memang fokus ke akar permasalahannya. Mengutip kata Miq Inyok yang masih saya pegang sampai sekarang, bisa jadi, tubuh kita fit and strong, cuma belum cerdas aja buat itung-itungan matematikanya πŸ˜…πŸ˜…πŸ˜…. 
So, setelah DNF terbitlah DNF, Do Next Fight!!!!

Saya pun kalau di adu lari FM di road sama yang DNF di Rinjani100 kemarin bisa jadi saya kalah telak πŸ‘€