Acara trail run perdana saya adalah Rinjani100 Tahun 2018. Saat itu saya ambil kategori 60 km. Sebenernya ini agak gila sih, karena 60 km di Rinjani itu sungguh berat. Berawal dari Desa Senaru, naik ke Plawangan Senaru, turun ke Danau Segara Anak, naik ke Plawangan Sembalun, naik ke Puncak Rinjani, turun lagi ke Plawangan Sembalun, turun ke Bawak Nao, naik Bukit Pergasingan, turun Bukit Pergasingan, melewati Desa Adat Sembalun, naik Bukit Telaga, turun Bukit Telaga, dan berakhir di Hotel Nusantara Sembalun. Bingung kan? Supaya gak bingung, begini lah petanya. Saat itu saya DNF di bawah bukit Pergasingan, karena terlalu lama menikmati WS Plawangan Sembalun.
Rute 60 km klasik
Tahun 2019 -2021 Rinjani100 tidak diselenggarakan karena efek gempa Lombok 2018 dan wabah Covid19. Tahun 2022 saya ikut kategori 119km, tapi DNF di km 75 atau di Pos 2 Sembalun. Tahun 2023 saya kembali ikut kategori 119km, tapi DNF lagi, malah lebih parah, cuma berhenti sampai di Pusuk Sembalun, wkwkwkwk. Nah di tahun 2024 ini, dari 5 kategori yang ada, kategori 100 km dan kategori 60 km kembali melalui jalur klasik melewati Senaru.
Oh ya cerita tentang DNF tadi bisa dibaca disini DNF Rinjani100 2022 Kategori 119 km
Pokoknya cuma Rinjani100 aja yang boleh DNF yang lain jangan sampai. Memang sebegitu brutalnya track Rinjani ditambah waktu COT yang mepet. Rinjani100 juga dikenal dengan event yang minimalis. Liat aja paket racepacknya, cuma dapat kaos, nomor BIB, peniti, pengharum ketiak, dan tas serut. Belum lagi variasi makanan dan minuman di Water Station yang tidak semeriah event trail lain. Tapi bagi saya, justru disini letak keseruan Rinjani100. Pelari harus sadar diri dengan kemampuannya. Jangan pernah nekat daftar Rinjani100 tanpa mempelajari rute dan elevasinya. Kalau nggak, bakalan shock liat tanjakan-tanjakan yang ada di Rinjani.
Nah, di tahun 2024 saya kembali ikut, tapi downgrade ke kategori 60 km. Kategori 60 km ini adalah kategori nostalgia karena mengambil rute klasik dari Senaru yang sama persis di tahun 2018. Sekaligus membalas dendam, karena DNF 😂
Penerbangan Jakarta Lombok |
Berangkat pagi dari Jakarta, jam 12 malamnya langsung start, sangat tidak patut ditiru, datanglah 1-2 hari sebelum raceday. |
Rinjani100 selalu bertepatan dengan musim stroberi |
Are you ready???? |
Bikin tenda di Lembah Rinjani Villa & Resto sambil menikmati pemandangan Gunung Rinjani |
Kesenian Gendang Beliq menyambut pelari di Senaru, asli meriah banget |
Lokasi start Desa Senaru |
berjumpa dengan Pak Amin, peserta asal Malaysia, kami pernah barengan lari sampai finisih di Bromo Tengger Semeru Ultra tahun 2019 |
Petualangan dimulai, seperti biasa, saya yang paling belakang hehehhe |
Mendaki Plawangan Senaru sebenernya lumayan menyenangkan. Auranya benar benar membuat saya bernostalgia suasana tahun 2018. Jalurnya tanah diselingi akar dengan vegetasi full hutan lebat sampai pos 3. Cahaya bulan purnama sesekali nampak di balik pucuk pohon. Jarak pelari masih rapat kadang terjadi antrian. Selepas Pos 3, jalur berubah menjadi pasir bebatuan. Vegetasi yang tadinya hutan menjadi semak belukar diselingi pohon pinus. Asli, ini kalau pagi atau sore pemandangan jalur Senaru gokil sih. Saya sampai di Plawangan Senaru jam 03.29 wita, woow, ternyata masih fit badan ini, hahaha. Water Station (WS) pertama ada di Plawangan Senaru. Saya gak lama, cukup makan jeruk & semangka dan minum air putih, langsung gas turun ke Segara Anak.
Turunan Senaru - Segara Anak adalah rute paling berbahaya di Rinjani100 kategori 60km. Jalur Senaru yang paling terdampak paling parah ketika Gempa Lombok 2018. Kalau nonton detik detik Gempa di Gunung Rinjani di Youtube, longsoran besar terjadi di Plawangan Sembalun. Bahkan jalur Plawangan Senaru - Danau Segara Anak sempat ditutup beberapa tahun karena jalurnya terputus. Saat saya melintas, TNGR sudah memasang anak tangga yang terbuat dari besi untuk mengakali jalur yang terlalu curam akibat longsor.
Di beberapa titik jalur tertutup bebatuan bekas longsor, saya harus hati hati karena kalau dipijak, batu itu akan goyang. Banyak pelari yang jatuh dan terkilir di tempat ini. Setelah bersusah payah melintasi turunan Senaru akhirnya sampai juga saya di Danau Segara Anak. Sayang sekali saya lewat danau vulkanik ini masih gelap. Tapi kalau lewatnya udah terang yaa bahaya juga sih, wkwkwk pasti over COT.
Tanjakan besar pertama sudah dilewati, selanjutnya adalah tanjakan besar kedua, jalur Danau Segara Anak menuju Plawangan Sembalun. Beeuh, ini yang bikin hati dongkol karena kemiringannya nyaris 90 derajat. Matahari mulai menampakan sinarnya, sementara saya harus secepatnya sampai Plawangan Sembalun supaya tidak kesiangan mendaki Puncak Rinjani.
Saya sampai di WS 2 Plawangan Sembalun jam 06.22 wita. Jauh lebih cepat dibanding tahun 2018 sekitar jam 07.30. Saya langsung isi ulang air minum, makan pop mie, buah dan fitbar. Nutrisi harus benar-benar dipenuhi supaya gak penyok pas summit Rinjani. Saya istirahat agak lama di sini, untuk memulihkan kaki yang agak overuse. Suasana sangat cerah, angin tenang, dan ini perfect banget buat naik Rinjani.
Menikmati Fajar dan Popmie dari Plawangan Sembalun |
Ketemu Umar dalam cuaca yang perfect buat summit ke Puncak Rinjani |
Bagian terberat Rinjani akhirnya di mulai, tanjakan besar ketiga Plawangan Sembalun - Puncak Rinjani. Terakhir summit ke Puncak Rinjani tahun 2021, itupun mulainya jam 2 malam. Lah sekarang, matahari udah terang benderang, hahahah. Summit Rinjani tidak akan pernah mudah, walau ini sudah ke 8 kali saya muncak. Matahari yang mulai terik dan peserta yang sudah putar balik dari puncak cukup nendang ke mental saya, wkwkwkwkkw.
menuju tepian kaldera Rinjani |
Btw, selama melintasi Letter E beberapa kali saya ketemu kenalan IG atau temen-temen lama saya pas dulu tugas di Lombok. Lumayan lah jadi mood booster.
Bareng Mas Agung, pernah lari bareng waktu Siksorogo Lawu Ultra 2023 kategori 85 km |
Letter E Rinjani |
difotoin sama Bang Ariel, guide Rinjani |
beristirahat di Pos 2 Sembalun |
Foto bareng Om Abbas, waktu saya DNF di Pos 2 tahun 2022, Om Abas lah yang coret BIB saya 😃 |
Di WS Pos 2 pun saya gak lama-lama. Langsung saya gas ke WS selanjutnya di Bawak Nao. Rute paling enak nih, sangat runable, tapi tetep aja gak bisa full lari. Karena masih ada dua tanjakan di depan sana, Bukit Pergasingan dan Bukit Telaga. Sialnya, track pole kayu kesayangan saya ketinggalan.
Sampai WS Bawak Nao jam 12.17. Di WS Bawak Nao saya langsung mengisi air putih di water bladder karena akan melalui tanjakan panjang sekitar 5 km menyusuri Bukit Pergasingan. Ini adalah tanjakan besar keempat. Tahun 2018 saya pernah kehabisan air di Bukit Pergasingan karena water bladder saya bocor. So bagi kalian yang ikut kategori 60 km, pastikan air dan logistik kalian sudah terpenuhi di WS Bawak Nao.
Pendakian ke Bukit Pergasingan melalui punggungan yang berada di Bawak Nao. Memang lebih landai, tapi cukup melelahkan karena sepanjang 5 km konturnya menanjak. Saya mengistirahatkan kaki beberapa kali karena otot paha mulai ketarik. Jalur naik Rinjani100 di bukit Pergasingan ini berbeda dengan jalur pendakian reguler.
Di Puncak Pergasingan terdapat marshall yang akan memberikan gelang berwarna biru. Berarti sudah ada dua gelang di tangan saya, tinggal gelang terakhir yang ada di puncak Bukit Telaga. Oh ya, saya tidak sendirian, sejak naik ke Plawangan Sembalun, saya bareng Umar, teman IG. Umar menemani saya sampai finish.
Tanpa buang waktu saya dan Umar langsung menuruni Bukit Pergasingan melewati jalur pendakian reguler yang sangat terjal untuk menuju WS berikutnya di Rumah Adat Sembalun. Karena saat itu hari Sabtu, jalurnya ramai banget sama pendaki. Untung saja mereka mau ngalah, dan berbagi jalur mempersilakan kami turun lebih dulu.
Setelah turun dari Bukit Pergasingan, kami dikasih kesempatan menikmati jalan rata melewati daerah perkebunan di Sembalun. Saya biasa menyebutnya mozaik Sembalun karena kalau dilihat dari atas bukit, bentuk perkebunannya menyerupai mozaik. Bulan Mei - September adalah waktu yang tepat menikmati pemandangan mozaik Sembalun karena para petani mulai musim tanam dan menutup lahannya dengan plastik. Ini lah yang membuat pemandangan mozaik Sembalun terlihat indah.
perkebunan sayur Sembalun yang membentuk mozaik |
Saya sampai di WS Rumah Adat jam 15:36. Wow saya gak nyangka bisa secepat ini sampai di WS terakhir. Di WS ini saya isi perut dengan makan bakso dan mengisi air minum buat amunisi menghadapi tantangan terakhir, yaitu Bukit Telaga. Bukit Telaga menjadi momok menakutkan karena penampakanya yang sangat curam. Banyak pelari yang menyepelekan Bukit Telaga karena terlihat kecil di profil elevasi. Tiga minggu lalu saya pernah tryout trail run ke Bukit Telaga yang jalurnya tertutup rumput yang sangat tinggi, kesimpulannya saya butuh 3 jam buat melintasi bukit terakhir di kategori 60 km ini. Berarti masih ada sisa waktu 4 jam 30 menit.
Saya langsung mengubah target supaya bisa finish sebelum gelap. Maka dari itu, saya dan Umar gak lama lama langsung gas ke Bukit Telaga, tanjakan besar kelima dan terakhir. Dari WS terakhir, kami melewati perkebunan warga, tampak dari jauh, Bukit Telaga seolah siap menyambut kami. Oh iya ketika melintasi perkebunan stroberi, pemilik kebun mempersilakan kami memetik stroberi sepuasnya, hahaha.
Kebalikan dari Bukit Pergasingan, jalur naik Bukit Telaga melewati tanjakan curam. Waktu tryout kemarin perasaan jalurnya zigzag, tapi kali ini jalurnya dibuat lurus tegak ke atas. Hahaha asyeem, makin cenat cenut dah nih kaki. Walaupun terihat terjal, tapi pendakian ke Bukit Telaga cukup singkat. Sampai di atas sudah ada pantia yang menunggu dan memberikan kami gelang terakhir berwarna hijau.
Pemandangan dari atas Bukit Telaga, terhampar mozaik perkebunan Sembalun dan Bukit Anak Dara di kejauhan. |
Umar lalu nyeletuk, "bisa nih mas, kita finisih under 18 jam", wokeeey kita lariin aja, jalur turunan Bukit Telaga sangat menyenangkan karena landai. Cuaca juga bagus banget sehingga bisa menikmati pemandangan alam Sembalun tanpa harus khawatir melebihi batas dari COT.
Setelah perjuangan panjang melewati empat tanjakan raksasa akhirnya kami finish bareng dengan catatan waktu 17 jam 45 menit diurutan 15 finisher cowok, dan 16 all gender, artinya ada 1 runners cewek di depan saya. Wow 2 jam 15 menit lebih cepat dari COT jam 20.00. Akhirnya saya bisa melunasi hutang saya di tahun 2018. Luar biasa Rinjani100 ini memang race yang bukan kaleng-kaleng.
Info terakhir yang saya dapat hanya 45 pelari kategori 60 km yang berhasil mencapai garis finish sebelum batas waktu jam 20 malam. Memang gak salah ya, Rinjani100 terutama kategori 60 ke atas, rasio finisher paling kecil diantara race lain di Indonesia.
akhirnya finish bareng |
gokil emang jalurnya |
sebenernya gak nyangka bisa finish sebelum gelap, apalagi under 18 jam |
Benar kata orang, dibutuhkan jiwa jiwa tenang dan pemberani untuk menyelesaikan rute brutal nan sadis ini. Sebenernya saya merasa "gak adil" sama batas COT kategori 60 km ini, wkwkwkwk. Bayangkan kategori 36 km COTnya 15 jam, sementara yang 60 km dengan jarak hampir 2 kali lipat, COTnya cuma 20 jam.
Marka Rinjani100 juga dahsyat sih emang, rapet banget dan kondisinya bagus tanpa dijahilin kayak Bali Trail Run kemarin. Selain itu rutenya memang gak ada perubahan, jadi saya pun gak takut nyasar karena memang sudah hapal jalurnya.
Untuk WS, hmmmm memang dari dulu terkenal minimalis ya gak semeriah Mantra, Siksorogo atau BTR, jadi jangan mengandalkan nutrisi dari WS.
foto bareng teman teman komunitas Runjani yang selalu jadi panitia Rinjani100 |
ketemu lagi Mbak Evan, temen bolang waktu di Lombok |
pagi sebelum berangkat ke Bandara Lombok, menyempatkan diri mampir ke Bukit Selong buat menikmati Mozaik Sembalun. Tahun depan saya pasti kembali, untuk menuntaskan hutang 100 km nya |
gambaran finisher Rinjani100. Tahun 2022-2023 tidak masuk karena melewati rute yang berbeda (start Belanting) |
Profil elevasi rute 60 km yang sering dikenal Big 4, yang bilang tanjakannya cuma 4, MUATAMUUUU!!!!
gundukan terakhir di ujung kanan adalah Bukit Telaga, terlihat mungil bukan? Mungil Muatamuuuu |