Rute Rinjani100 Kategori 119 km Yang Brutal Parah (DNF Akhirnya hahaha)

Semacam remidi DNF Rinjani100 tahun 2018, tapi dengan jarak 2 kali lipat 😂

 


Rinjani100 kategori 119 km, bukan bermaksud ikut lomba, tapi lebih ke penasaran untuk explore Rinjani dengan cara yang berbeda. Karena sadar diri, saya bukan atlet, jadi tidak ada target apapun selain bisa finish strong. 
Diawali kebiasaan buruk yang selalu terulang ketika mengikuti ultra trail run, selalu datang di hari H beberapa jam sebelum start. Sejak mutasi saya di Kantor Pusat, manajemen cuti jadi lebih tricky dibanding pas masih di cabang dulu. 
Untungnya saya ada sahabat sahabat saya di Lombok yang membantu pengambilan racepack kategori 119 km yang sudah lewat batas waktu. Thanks banget 😃
Mbak Tia dan Mak Iwed, ada mereka di balik suksesnya Rinjani100


foto panorama kawasan Sembalun yang saya ambil pada tahun 2018

Menembus Hutan Belanting-Sembalun
Untuk kategori 119 km ini, lokasi start line ada di kawasan Pantai Belanting, sebuah desa yang berada di sisi utara Lombok Timur. Waktu start dimulai pukul 23.30 WITA, menyusuri sungai yang kering sebelum memasuki hutan pegunungan tembus ke Sembalun, bukan jalur umum memang, bahkan rasanya hampir tidak pernah terdengar sebelumnya pendakian lewat jalur ini 😂.

Sesuai perkiraan, bagian ini akan melewati hutan yang sangat lebat. Marka glow in the dark sangat jelas, meskipun di beberapa titik agak renggang. Soal kecuraman, betul betul di luar ekspektasi. Tanjakannya bukan main main. Ditambah jalur basah karena hujan pas sore, susah banget buat nanjak. Untung saya pakai sarung tangan, bisa megang ranting ranting tanaman. Kalau gak pakai, entah bentuk apa tangan saya nanti. Di KM 8 akhirnya sampai di water station WS1 Keliun. Makanan minumannya standar aja, tapi yang bikin bahagia ada Inaco Jely 😂. Karena ngejar Sembalun sebelum pagi, saya gak lama lama berhenti di WS1. Ternyata gak cuma tanjakan, turunan menjelang masuk kawasan Sembalun juga parah banget. Kali ini ketemu jalur tanah batuan, yang kadang diselingi sungai kecil. Entah berapa kali saya terjatuh. Notifikasi handphone mulai terdengar, sinyal sudah ada dan akhirnya saya bisa melihat lampu lampu dari Desa Sembalun, bukit Anak Dara di sebelah kiri dan Bukit Pergasingan di sebelah kanan.

Anak Dara, Puncaknya PHP Banget
Setelah berurusan dengan hutan belantara, saatnya saya berganti suasana padang savana. Anak Dara, si bukit cantik yang nyaris tanpa hutan. Selama saya dinas di Lombok, belum pernah saya naik bukit ini. Salah satu alasan saya ambil kategori 119 km. Sebelumnya, saya diinfo teman kalau puncak Anak Dara sangat PHP.
Akhirnya bisa sampai Anak Dara jam 05:22

Ternyata benar, berkali kali saya mengira puncak, ternyata bukan 😂. Saya memilih jalan menunduk, sambil nyanyi lagu Naik ke Puncak Gunung. Tepat ketika matahari terbit, saya sampai di Puncak Anak Dara. Parah, keren banget pemandangannya. Di atas puncak Anak Dara saya dapat gelang karet perdana Rinjani100 berwarna kuning.
Foto terakhir dari HP yang saya ambil, setelah itu males foto-foto


Stroberi dan Kebaikan Warga Sembalun
Setelah turun dari Anak Dara, bukit selanjutnya adalah rangkaian Nanggi, Sempana sampai ke Pusuk. Bagi saya ini adalah salah satu bagian terberat dari kategori 119 KM. Saya lari lari kecil melintasi perkebunan warga. Sesekali saya bertemu dengan warga yang sedang panen stroberi, ngiler abis. Kayaknya karena mereka iba, saya ditawarin buat ambil stroberi di keranjang.
"ambil banyak banyak nak" kata mereka
Baaah, refreshment paling mewah ini. Baru kali ini ada WS prasmanan stroberi yang bisa diambil sepuasnya. Ya sepuasnya, tanpa peduli urat malu, saya ambil hampir 7 buah stroberi berukuran besar 🤣. Gak sampai 10 menit langsung habis. 

Bukit Nanggi, Kabut dan Suara Daun Cemara
Sebelum naik jalur pendakian Nanggi, saya sampai di WS 2 Sembalun Bumbung jam 07:38. Menunya makin variatif, semangka, jeruk, inaco, isotonik 😂. Sama seperti WS1, saya gak menghabiskan banyak waktu di sini. Gas gas gas, gak sabar rasanya sampai Puncak Nanggi.
Ketika mendaki Nanggi, thanks buat Mas Fotografernya

Nanggi adalah salah satu bukit tertinggi yang ada di kawasan Sembalun dan satu rangkaian dengan Bukit Sempana sampai ke Pusuk Sembalun. So energi saya kayak bener bener diperas habis disini. Berbeda dengan Anak Dara, jalur pendakian Nanggi masih banyak pohon cemara. Lumayan adem. Tapi, pohon ini agak resek kalau ada angin. Suaranya itu lho horor banget 😂 apalagi saya sendirian, jarak antara pelari di depan sama di belakang lumayan jauh. Suasana makin ngeri pas saya sampai di puncak. Kabut mulai datang, mantap sudah. 

Menjelang Puncak Sempana saya bertemu dengan tenda panitia. Mereka mengingatkan jalur Sempana sampai WS3 Pusuk Sembalun sangat berbahaya karena sempit dan diapit dua jurang. Ternyata benar, parah ngerinya, bentuknya mirip Gunung Pyramid di Jawa Timur tempat pendaki bernama Thoriq meninggal karena jatuh. Saya bersyukur gak lewat tempat ini pas malam. Kabut juga makin tipis, jarak pandang jadi lebih jelas dan angin berhembus tenang. Selain sempit, turunan dan tanjakannya terjal. Perhitungan waktu yang sudah saya atur sebelum race mulai berantakan 😢. Telat 1 jam dari jadwal. Menjelang WS3 Pusuk Sembalun, saya bertemu pendaki yang sedang manggang daging. Saya ditawari cicip. Edyan, ternyata daging Rusa 🤣🤣. Suguhan macam apa ini. 

Menikmati Surga Di Propok
Akhirnya saya tiba di WS3 Pusuk Sembalun dengan sehat sentosa jam 12:59. Jarak pelari di depan saya sekitar 1 jam kata panitia. Edyaan, jauh banget. Setelah WS3 Pusuk Sembalun saya harus melalui jalanan aspal menurun sejauh 3 km, dan berbelok ke jalur pendakian Savana Propok. 
Savana Propok ketika saya berkunjung tahun 2019

Pendakian ke Savana Propok kali ini bener bener berbeda. Capeeek banget asli. Padahal biasanya ga sampai 1 jam saya bisa sampai ke Propok masih sambil ketawa ketawa. Ini hampir 1,5 jam. Tapi terbayar lunas dengan pemandangan bekas kawah purba Sembalun yang kerenn banget seperti biasa. Gunung Rinjani terlihat gagah di balik awan. WS 4 Propok ada di tengah tengah savana. Tapi sebelum sampai di WS4 saya harus muncak ke Bukit Kondo dulu, 🤣, edan. 

Menurut saya, bagian ini adalah yang paling indah dari kategori 119 km. Viewnya ajib banget apalagi saya sampai tempat ini menjelang sore, suasana senja. Hutan, padang rumput dan perbukitan di sekeliling Propok gila banget pemandangannya. Banyak hidden gem pokoknya. Kalau dulu liat Lutung alias Pituk sesuatu yang mewah, di sini sampai bosen. Kicauan burung Koak Kaok Lombok yang terkenal itu jadi semacam background music sepanjang lintasan Propok - Daun Daun

Kalau gak karena ikut kategori 119 km, mungkin saya gak pernah merasakan keindahan ciptaan Tuhan di bagian Taman Nasional Gunung Rinjani yang jarang tersentuh orang banyak 😢😢. Alhamdulillah saya masih bisa bertahan sampai sejauh ini. 

Bukit Lincak dan Bubarnya Perhitungan
Di kategori 119 km, pelari harus bisa mencapai Puncak Rinjani sebelum jam 6 pagi. Posisi saya waktu sudah melewati kawasan Propok dan mulai mengarah ke WS5 Daun Daun. Mengarah juga ke pendakian Rinjani. Optimis banget bisa sampai Puncak Rinjani sebelum jam 6 pagi.
Sempana tahun 2018, Bukit Lincak yang tinggi itu ada di hadapan saya

Tapi rasa optimis itu sirna ketika dihadapan saya ada panitia yang mengarahkan saya mendaki satu bukit yang sama sekali belum pernah saya lihat. Namanya Bukit Lincak, yang memang tersembunyi dari kawasan Sembalun. Bentuknya kalau di lihat dari atas peta seperti huruf C, dan saya harus mengitari dari ujung ke ujung. Kalau kamu lagi ada di Pusuk Sembalun, coba tengok ke arah barat, ada bukit gundul yang tinggiiii banget, nah itulah puncaknya. Saya naik dari balik bukit itu. Tinggi banget  pokoknya 🤣 dan bubar sudah itung itungan. Bukit ini gak masuk dalam rencana saya (kelupaan lebih tepatnya). Selain tinggi, di puncak bukit Lincak ini jalurnya bahaya banget. Sempit dan banyak retakan besar & dalam, sepertinya karena efek gempa tahun 2018. Berkali kali saya terperosok ke dalam retakan itu. Hari mulai gelap, dan saya masih berjibaku sama bukit "sialan" ini. Bahkan saya harus merangkak, supaya gak terperosok.

Di ujung bukit saya akhirnya melihat Savana Daun Daun dengan lampu para pendaki yang cukup ramai. Jalur turun bukit ini juga parah banget kacaunya, curam. Banyak lubang, berbatu, dan bercabang. Saking tingginya, turunan ini gak habis habis. Padahal rasanya udah lama turun tapi lampu tendanya masih keliatan jauuuuh sekali di bawah 🤣. 

Gagalnya DNF di WS Daun Daun
Sampai di Savana Daun Daun, saya rencana Do Not Finish (DNF) di WS5 Daun Daun karena sudah sangat tidak memungkinkan lagi sampai puncak Rinjani sebelum jam 6 pagi. Saya bertemu dengan pelari asal Singapura. Dia kebingungan mencari WS 5 Daun Daun. Kalau saya liat di GPX WS Daun-Daun masih 5 km jauhnya. Kami langsung tancap gas, dan akhirnya menemukan WS5 yang ternyata lokasinya emang jauh banget dari Savana Daun Daun.
Panitia WS Daun-Daun menyarankan saya DNF di Pos 2 Rinjani yang jaraknya 14 km dari sini. Pertimbangannya, supaya bisa sekalian ngojek. Salah satu panitia bahkan meyakinkan saya bisa sampai puncak Rinjani sebelum batas Cut Off Time (COT). Dengan sisa tenaga yang ada, saya melanjutkan pergerakan menuju Pos 2. Pelari Singapura tadi terpaksa saya tinggal.

Pos 2 Rinjani, Saksi DNF Kedua Kalinya
Dalam kondisi ngantuk dan lelah, saya lari sendirian di padang sabana jalur pendakian Sembalun. Gunung Rinjani tampak samar-samar. Dari kejauhan terlihat lampu Pos 2. Sekitar pukul 00:30 saya akhirnya tiba di Pos 2. Ternyata ada Mbak Nia dan salah satu pelari cowok. Mereka pelari di depan saya yang jaraknya sekitar 1 jam. Di Pos 2 ini sepertinya ada harapan kalau saya bisa bareng Mbak Nia yang memang sering podium lari ultra trail. Mbak Nia ngajak saya memanfaatkan waktu lima jam buat summit. Estimasinya, 2 jam sampai plawangan Sembalun, 3 jam sampai puncak Rinjani. Kami bertiga berangkat. Tapi baru beberapa ratus meter, saya langsung balik badan kembali ke Pos 2. Dengan waktu 5 jam, rasanya sulit banget bisa sampai Puncak Rinjani sebelum COT.
Kembali di Pos 2 saya lapor ke panitia buat DNF. sudah 73 km saya lewati. Saya ditemani Bang Abas teman lari di Lombok yang jadi panitia. Sebelum balik Sembalun, saya makan lumayan banyak di Pos 2, jeruk, semangka, coca cola, pokoknya sepuas puasnya. Supaya menghemat waktu saya ngojek dari Pos 2 ke Sembalun. Di perjalanan saya bertemu dengan pelari kategori 36km yang sudah berangkat jam 23:30.

Rinjani100 Kategori 119km emang luar biasa. Gak cukup mengandalkan fisik, tapi juga mental dan perhitungan. Jalur 119km ini menurut saya lumayan bahaya kalau pelari gak fokus. Dibandingkan BTS 100km, atau Ijen Trail 100km yang pernah saya ikuti, rutenya Rinjani100 119km jauuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuh lebih menyiksa. Di BTS 100km, atau Ijen Trail 100km saya berhasil finish dalam waktu 25 jam. Tapi di Rinjani100 kategori 119km, 25 jam baru sekitar setengahnya.

Tapi saya senang bisa menjelajahi kawasan Rinjani yang belum pernah saya datangi. Ternyata indah banget.
Tahun depan apakah mau coba lagi Rinjani100? Tentu saja, dengan persiapan & latihan yang lebih matang. Wish me luck!!!