Pendakian Slamet Yang Penuh Perjuangan : Menjelajah Jalur Juang Baturaden
pada tanggal
Dapatkan link
Facebook
X
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Nama Merepresentasikan Realita Selamat Datang Di Jalur Juang
Empat kali mendaki Gunung Slamet, tiga kali menjelajah Baturaden, hanya sekali lewat Bambangan yang populer itu. Alasan utama saya lebih memilih lewat jalur Baturaden adalah aksesnya yang relatif mudah dicapai kalau pakai transportasi umum dari Jakarta.
Biasanya, Saya menggunakan Bus Sinarjaya, turun di Terminal Bulupitu, lanjut baik Transbanyumas ke Halte Kebondalem buat transit. Setelah itu naik Transbanyumas ke pemberhentian akhir di Terminal Baturaden. Lanjut jalan kaki kurang lebih 1 km, sampai di Basecamp Jalur Juang Baturaden yang dikelola SMC Jagawana (Akun IG Basecamp SMC Jagawana. Lokasi basecampnya bersebelahan dengan gapura Kebun Raya Baturaden.
Kali ini saya mendaki bareng Yalsin, dokter yang dulu pernah sama sama kerja di Kupang. Nah kemarin dari Purwokerto saya diantar sama Maul dan keluarganya ke Baturaden. Maul pernah dua kali bareng saya naik ke Gunung Slamet lewat Baturaden dan Bambangan.
Btw, jalur pendakian Baturaden itu ada dua, jalur Radenpala dan jalur juang. Dua tahun lalu saya pernah icip jalur Radenpala, yang sebenernya jalur baru. Jalur ini hampir nembak lurus ke Puncak Surono menembus belantara hutan Baturaden. Makanya kerasan berat banget 🤣🤣. Cerita lengkap tentang pendakian saya lewat jalur Radenpala bisa dibaca di sini Review Pendakian Gunung Slamet via Baturaden
Jalur Juang warna kuning, jalur Radenpala warnah merah
Bagi yang terbiasa mendaki gunung dengan jalur berupa sabana kayak Merbabu, Sumbing atau Sindoro, pasti bakalan kaget sama Rute Baturaden. Apakah saya kapok? Tentu tidak.
Kali ini saya akan mencoba Jalur Juang. Jalur ini sebenernya adalah jalur klasik Baturaden. Jadi kalau orang jaman baheula naik Gunung Slamet lewat Baturaden, pasti mereka lewat jalur Juang ini.
Foto bareng Maul dan Yalsin di Basecamp Baturaden Jalur Juang
Biaya pendakian 50 ribu rupiah, belum termasuk ojek. Saran saya, gunakan ojek, tarifnya cuma 25 ribu sekali jalan. Gerbang pendakian yang ada di pintu rimba Jerukan jauh banget soalnya.
Pintu rimba Jerukan, gerbang pendakian Jalur Juang Baturaden
Hutan belantara dan suara kicauan burung menyambut kedatangan kami. Daerah Baturaden akhir akhir ini sering hujan. Jalur pendakian yang berupa tanah jadi basah bahkan becek. Kesalahan fatal yang saya lakukan adalah menggunakan celana pendek dan kaos lengan pendek buat mendaki 😆. Padahal jalur Baturaden ini dikenal surplus lintah dan semak belukarnya kadang ada yang berduri.
Hutannya 😍
Pengelola jalur memasang marka pendakian berubah potongan pipa paralon yang ditempel spotlight. Jadi kalau malam bisa menyala ketika disorot cahaya senter. Hebatnya potongan pipa ini gak dipaku dipohon, tapi diikat. Penanda ini akan menemani kita sampai di jalur summit puncak Slamet.
Melintasi jembatan kayu, hati-hati licin, saya sempat kepleset disini 🤣
Ati-ati, licin
Jangan khawatir soal sumber air. Jalur Juang punya banyak sumber air buat logistik pendakian. Jalur Juang ini melintasi punggungan yang kanan kirinya adalah lembah dengan sungai yang suara alirannya terdengar jelas.
Jalur mata air dekat Pos 1
Sumber air berupa sungai
Pos 1
Keran di Pos 3 ngocor banget airnya,, bener bener jalur dilarang haus 😉
Anggrek hutan sangat mudah dijumpai
Jalur pendakian Baturaden memang tidak sepopuler jalur lain seperti Bambangan atau Guci. Tidak ada warung dan nyaris bersih dari sampah. Anggrek liar mudah dijumpai, baik yang masih menempel di atas pohon, maupun yang sudah jatuh ke tanah. Jenisnya banyak, bulbo, vanda, dendro ada di sini.
buah apa ini? jatuh.
Selain anggrek, Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) juga banyak nongkrong di pohon besar dekat jalur pendakian. Lutung lutung ini kadang suka mengagetkan karena bisa loncat tiba tiba di atas kepala 🤣.
Pos 2, ada bangunan kayu beratap terpal
jalur pipa yang mengalir air dari Banyumas ke daerah Pemalang
Lintahnya juga melimpah
Rencananya kami kemping di daerah punggungan Gunung Udan atau Plawangan. Namun karena pertimbangan cuaca, akhirnya kami memutuskan camp di Pos Tentara diketinggian 2.200 meter. Area camp ini lumayan luas, bisa nampung banyak tenda. Jauh lebih luas daripada Pos 4 Jalur Radenpala. Kami bertemu dengan tiga pendaki yang baru saja selesai packing dan bersiap turun. Mereka sudah mendaki dari kemarin tapi gak ke puncak.
Semak dan rumput yang basah di sepanjang jalur pendakian, membuat pakaian kami basah kuyup 😅. Sampai di Camp Tentara kami langsung mendirikan tenda, memasak air dan makanan. Kami bawa dua paket Naraga, makanan instant TNI untuk dua hari pendakian supaya lebih praktis.
Saat malam suara speaker musik terdengar sampai Camp Tentara 🥲. So kalau ada yang ngerasa denger suara musik, gamelan, drumband dan sebangsanya di gunung itu wajar ya. Bukan hal mistis.
Saatnya Summit
Berhubung Camp Tentara masih jauh jaraknya dari Puncak Surono, kami merencanakan summit jam 3. Tapi karena terlalu nyaman suasana di Camp Tentara ditambah pendakian yang melelahkan, kami kesiangan, jam 3 baru bangun 😂. Saya minta tolong Yalsin buka tenda dan cek apakah bintang keliatan? Dia menjawab ya, langit cerah, bintang terlihat banyak. Nah, ini menambah semangat saya buat summit. Saya sudah info, kita akan summit kalau cuaca cerah. Kalau cuaca jelek, tidak perlu memaksakan, karena jalur Baturaden ini rada-rada gimana ya, hahahaha. Setelah packing membawa barang barang penting kami baru bergerak summit jam 3.30.
Rute summit Jalur Juang menurut saya lebih landai daripada jalur summitnya Radenpala dari Pos 4. Memang terasa lebih panjang, karena kami harus melintasi punggungan Puncak Udan yang merupakan pertemuan dengan jalur Kaliwadas dan Mbaru.
Kami beruntung sepanjang perjalanan summit cuaca cerah. Karena yang paling kami khawatirkan ketika mendaki Slamet apalagi jalur Baturaden adalah risiko salah masuk punggungan akibat disorientasi. Sudah banyak kasus pendaki hilang berujung kehilangan nyawa di Slamet karena disorientasi akibat kabut tebal atau badai. Maka dari itu saya harus make sure track log sudah terpasang di HP supaya bisa navigasi jalur yang benar.
cahaya matahari mulai nampak di ufuk timur
puncak Slamet dan asap kawahnya terlihat jelas dari Puncak Udan
Sampai juga kami di Plawangan Gunung Slamet. Plawangan adalah batas vegetasi dengan jalur summit Slamet berupa batuan vulkanik. Sebenarnya, batas aman pendakian di semua jalur adalah Plawangan.
Karena jarang dilalui pendaki, visual jalur summit Baturaden ini agak tersamar. Tapi pihak basecamp sudah mengantisipasi dengan menyemprotkan cat warna silver pada batuan yang bisa jadi patokan pendaki. Seperti yang ada pada video di bawah ini
Jalur summit khas Gunung Slamet berupa kerikil batuan vulkanik
Punggungan Udan yang menjadi pertemuan jalur Baturaden, Kaliwadas dan Mbaru.
Yalsin agak ketinggalan jalannya karena sudah lama gak naik gunung dan jarang olahraga juga 😅. Walau dalam setiap pergerakan dia ada dibelakang, saya selalu berhenti untuk memastikan dia masih dalam jangkauan visual.
Menjelang Puncak Salam, Jalur Juang Baturaden bertemu dengan jalur Guci Permadi. Pendaki dari jalur Guci Permadi buanyaak banget. Beberapa dari mereka heran dari mana datangnya saya, wkwkwkwkw. Mereka baru tau kalau ada pendakian Gunung Slamet yang lewat Baturaden.
Titik percabangan Jalur Juang Baturaden dengan jalur Guci Permadi
Rambu percabangan jalur Jalur Juang Baturaden dengan jalur Guci Permadi
Akhirnya sampai juga kami di Puncak Salam. Sebenarnya tujuan puncak kami adalah Puncak Surono. Namun karena awan tebal mulai nampak mendekati Gunung Slamet dan kondisi Yalsin yang sudah kelelahan, akhirnya kami putuskan cukup sampai Puncak Salam.
Akhirnya sampai juga di Puncak Salam yang dekat dengan kawah
Perjalanan kami cukupkan di Puncak Salam aja ya 😅
Saat kami turun dari Puncak Salam, kabut sudah menutupi area Plawangan. Risiko salah punggungan karena disorientasi memang nyata. Saya berulang kali harus cek tracklog di HP supaya gak salah jalur.
Ternyata di area Plawangan banyak sekali buah beri hutan yang sudah matang. Warnanya merah mencolok, walaupun rasanya asam tapi sangat menyegarkan.
Beri hutan, asem tapi seger
Oh ya sepanjang jalur mendekati Plawangan kami sering melihat bekas tanah yang digali. Awalnya saya pikir babi hutan tersangkanya, ternyata salah, saya berjumpa dengan Sigung Jawa (Mydaus javanensis) yang asik menggali. Oh makhluk kecil ini pelakunya 🤣
Keputusan kami tidak lanjut ke Puncak Surono ternyata tepat. Hujan lebat turun sesaat kami sampai di Pintu Rimba Jerukan. Sambil menunggu ojek dari basecamp, kami berjalan kaki menyusuri jalan raya, supaya bisa memotong jarak tempuh.
yang dirindukan dari Jalur Gunung Slamet
Yang penting Slamet, benar-benar jalur yang penuh perjuangan.
Sesuai namanya, Jalur Juang Baturaden ini memang penuh perjuangan 😅. Apalagi Pintu Rimba Jerukan itu ketinggiannya masih sekitar 900 mdpl. Beda dengan pintu rimba di jalur Bambangan dan Guci yang sudah lebih dari 1000 mdpl. Bagi yang terbiasa mendaki ke gunung model Sumbing, Sindoro, Merbabu atau Lawu, dijamin bakal misuh misuh menghadapi jalur Baturaden. Baik Jalur Juang maupun jalur Radenpala viewnya sangat “membosankan”. Padahal belantara Baturaden ini adalah salah satu kekayaan hayati terbaik di Pulau Jawa.
Tapi beratnya jalur dibayar lunas sama pemandangan hutan belantara yang masih terjaga. Perjumpaan dengan lutung, sigung jawa, dan anggrek di sepanjang jalur sangat mengobati rasa lelah kami. Oh ya pelayanan di Basecamp SMC Jagawana pun sangat baik. Chat lewat WA pun responnya cepat. Pokoknya, kalian harus coba jalur Baturaden ini minimal sekali seumur hidup.
Saran saya, mendaki di Jalur Baturaden itu jangan pas musim hujan ya 😁
Timeline Perjalanan
Sabtu
09:11 - Pintu Rimba Jerukan : 905 mdpl
09:49 - Pos 1 : 1108 mdpl
10:51 - Pos 2 : 1474 mdpl
12:04 - Pos 3 : 1812 mdpl
13:34 - Camp Tentara : 2248 mdpl
Minggu
03:30 - Start summit
05:23 - Punggungan Puncak Udan : 2866 mdpl
06:13 - Plawangan : 2945 mdpl
06:59 - Percabangan Jalur Juang x Guci Permadi : 3236 mdpl
07:22 - Puncak Salam
Peta Pendakian Gunung Slamet Jalur Juang Baturaden
Komentar
Posting Komentar