Kalau lewat Ranu Kumbolo, Saya gassss
Itu janji saya soal Bromo Tengger Semeru (BTS) Ultra. BTS Ultra, salah satu acara lari trail legendaris di Indonesia yang berlokasi di kawasanTaman Nasional Bromo Tengger Semeru dengan jarak terjauh 170 km atau 100 mil. Sejak 2019, BTS Ultra tidak lagi melewati rute original Ranu Kumbolo, danau indah yang ada di jalur pendakian Semeru. Salah satu alasannya adalah aktivitas vulkanik Gunung Semeru yang sangat tinggi, bahkan pernah memakan korban jiwa.
| Saat mengunjungi Kaldera Tengger di tahun 2022. |
Ketika 2025, BTS kembali lewat Ranu Kumbolo, tanpa ragu saya langsung selesaikan registrasi. Maklum saja, mengunjungi Ranu Kumbolo saat ini sangat ribet & mahal so mending ikut BTS sekalian. Lagi pula ini pertama kalinya saya mencoba 100 mil, dan menurut saya BTS Ultra adalah event yang tepat karena rute 100 mil-nya tidak sesulit Rinjani100 😂. Btw, 2019 saya pernah ikut BTS Ultra kategori 100 km, bisa dibaca di Pernah Kena Acute Mountain Sickness (AMS)? Yes Pas BTS Ultra
| yang ditunggu banyak orang, finally, Rute BTS lewat Ranu Kumbolo |
| Peta BTS kategori 170 km |
| profil elevasi Kategori 170 km |
| Perbedaan Rute 170 km tahun 2025 dan 2018 merah : rute 2025 kuning : rute 2018 |
| Mandatory Gear |
| Bela-belain ke Surabaya buat bertemu dengan Asyu Gunung yang keren banget Milky : @milkytherottie |
| Ketemu Bang Salam & Mak Iwed, temen lama dari Lombok. |
| Sunrise dari Seruni |
| Pemandangan dari tempat saya kemping |
| view dari dalam tenda, bukit yang ada jauh di depan itulah yang akan saya jelajahi |
00:00, Memulai Perjalanan Panjang dan Melelahkan
| persiapannnnn. 📸 : rimshoot |
| bersiap nanjak B29. 📸 : rimshoot |
| Tanjakan B29 yang iconic di BTS. 📸 : rimshoot |
| WS Ranupani 1 yang berada di sebuah rumah dekat dengan gerbang pendakian Semeru, WS pertama untuk makan nasi |
| bener bener kayak lukisan |
| Epic banget. 📸 : rimshoot |
Sayangnya pas saya lewat Ranu Kumbolo, danau cantik ini masih tertutup kabut 😓. Sebenarnya masih pengen nunggu kabutnya hilang. Apa daya, timeline memaksa saya harus tetap bergerak, karena jujur saja rute 170 km BTS ini agak mepet.
| Tanjakan Cinta dengan view Ranu Kumbolo yang tertutup kabut. 📸 : rimshoot |
| gapapa berkabut yang penting bisa sampe Ranu Kumbolo, wkwkwkwkwk |
| Ungu : Rute update di hari Jumat sore |
| Jalur menuju Cemoro Kandang. 📸 : rimshoot |
| Padang sabana menjelang Cemoro Kandang. 📸 : rimshoot |
| asli meletre banget pas nanjak ke Puncak Ayekayek |
| Setelah menikmati Ranu Kumbolo saya kembali melintasi desa Ranupani. 📸 : rimshoot |
| Ketemu Umar lagi. 📸 : rimshoot |
Oh ya di BTS ini ada tiga segmen yang profil elevasinya mirip huruf V. Artinya, jalur lari dibuat menurun jauuuh terus nanjak lagi dengan rute yang berbeda. Dari jalur pipa laknat tadi, saya melewati perkebunan warga, melintasi beberapa punggungan dengan jalur berliku.
| seperti inilah jalur perkebunan Ngadas, sebelum sampai jalan raya Tumpang - Jemplang |
Di WS Jarak Ijo saya hampir ketinggalan handphone. Untung nyadar ada yang ilang di saku vest. Tapi harus balik ke WS lagi, jaraknya lumayan 200an meter 😕. Oh ya sepanjang jalur menanjak itu saya bareng dengan Mas Satria dari Banyuwangi. Lumayan ada teman ngobrol
| Mas Yudha, yang bareng saya selama nanjak dari WS Jarak Ijo ke WS Jemplang |
WS Jemplang dan Peran Mbak Endah
| Bromo Hill Side, lokasi WS Jemplang. 📸 : rimshoot |
Setelah nanjak konsisten 9,5 km lewat jalur aspal dan beton sampailah saya di WS Jemplang. WS ini ada di Bromo Hill Side, Jemplang yang sangat iconic. WS ini lumayan lengkap, ada makanan berat, toilet, medis dan Drop Bag pertama ada di sini.
Di WS Jemplang saya bertemu dengan Mbak Endah, ultra marathoner yang pertama kali saya jumpa di Run To Care (RTC) Flores. Mbak Endah ini baik banget, selama dia di WS dia yang mengarahkan saya untuk ini itu.
| Yeah ketemu Mbak Endah yang sedang bertugas menjaga WS Jemplang |
Sisi Lain Keindahan Kaldera Barat Bromo
| sisi barat Bromo |
Setelah WS Jemplang, rute menyusuri sisi barat Kaldera Tengger lalu menyusuri lautan pasir bagian utara Bromo. Sisi barat ini termasuk yang jarang dikunjungi. Jarak antara pelari depan dan belakang lumayan jauh. Asli jalur ini keren banget karena melipir bukit dan gak terlalu nanjak. Di sisi kanan Gunung Widodaren dan Batok terlihat jelas.
Seharusnya di lautan pasir, ada pos tempat mengambil gelang kategori 170 km, tapi ternyata nggak ada. Di WS Dingklik pun ternyata juga gak ada gelang. Pelari 170 km sampai memastikan ke petugas WS soal gelang karena pelari 100 km gelangnya lebih banyak 😅.
| menjelang WS Dingklik |
Setelah dipastikan memang gak ada gelang di area WS Dingklik, saya melanjutkan pergerakan ke WS selanjutnya di Mororejo. Saya melewati jalan aspal menanjaki tebing kaldera, yang biasa dilewati Jeep Wisata.
| tanjakannya terjaaal 😓 📸 : rimshoot |
Mororejo Yang Bikin Emosi 😡
Elevasi V berikutnya adalah segmen WS Mororejo. Dari Puncak Gunung Munggal di sisi utara Kaldera Bromo yang ketinggiannya 2468 mdpl, turun 685 meter sampai di WS Mororejo, lalu naik lagi 974 m ke WS Penanjakan yang ketinggiannya 2757 meter. Jalur pendakian ke Gunung Munggal ini bekas jalur motor cross. Bahkan kami sempat melihat dua motor lewat 😂. Di beberapa bagian jalur malah kayak selokan. Kepala terbenam di jalur yang kayak bekas di gali.
Bagian terbaik dari segmen ini adalah ketika jalur larinya mengeksplorasi Bukit Premium. Momennya pas banget, sore hari. Rumput sabana yang mulai menguning membuat pemandangannya makin cantik. Rute BTS ini emang beneran parah kerennya. Cuaca juga pas banget, cerah tapi kadang ditutupin awan.
Jalur di Bukit Premium ini dibuat berliku liku melipir punggungan. Jadi kita bisa melihat pelari yang lebih cepat ada di seberang kita.
Hari semakin sore dan gelap. Dari padang sabana Bukit Premium, jalur berubah menjadi hutan dan perkebunan warga. Jalur terus menurun, bentukannya pun sama, bekas roda motor yang cekung. Gak kebayang kalau pelari lewat sini malam-malam. Titik lokasi WS Mororejo ternyata berbeda dengan yang ada di track log official. Untung lokasinya lebih dekat jadi gak bikin emosi, wkwwwkwk.
| Perbedaan lokasi WS |
Yang bikin emosi justru jalur dari WS Mororejo ke WS Penanjakan. Tanjakannya panjang minta ampun. Malam-malam lewatin jalur beton di kebun warga, lalu masuk hutan dan akhirnya ketemu jalur aspal yang biasa dilewati Jeep wisata ke Penanjakan. Di jalur aspal itu saya seorang diri melintasi jalanan yang sunyi, sepi, dingin dan berkabut. Tahun 2019 saya lewatin ini tengah malam dalam kondisi hujan, aih memorable sekali tempat ini.
Walaupun official menetapkan batas waktu Cut off Point di WS Penanjakan jam 12 malam, saya harus berpacu dengan target pribadi di jam 9 malam. Kenapa? Karena berdasarkan catatan di race guide BTS, pelari terakhir yang finish di tahun 2024 sampai di WS Penanjakan jam 21.20. Lewat dari itu rasanya agak mustahil turun ke Sukapura terus nanjak ke B29 sesuai dengan timeline yang saya susun 😐.
Untungnya bisa sampai di WS Penanjakan sebelum jam 21 😅. Di WS saya makan soto dua kali, pisang, kurma, pokoknya perut harus isi muatan sebelum menghadapi segmen paling dar der dor di 170 km. Yaitu Sukapura
Penanjakan ke Sukapura, AMPUN DJ
Saya rasa semua pelari 170 km sepakat, kalau segmen V ini adalah yang paling BANGSAT. Dari Penanjakan yang ketinggiannya 2757 mdpl dihempaskan ke Watulumpang Sukapura 900 mdpl lalu naik lagi ke Bukit B29. Hah B29? Yeaaaah Bukit B29 yang malam sebelumnya saya lewatin itu hahaha.
| Segmen Downhill terbangsat |
Dari Penanjakan rute mengikuti jalur setapak menyusuri Bukit Argowulan, Bukit Kembang, Bukit Regobono, hutan dan perkebunan warga. Jalurnya memang downhill tapi lagi lagi bekas jalur motor. Oh ya, selepas penanjakan saya bareng seorang pelari dari Depok namanya Mas Kahfi. Beberapa kali beliau sempat bilang mau DNF aja karena sering batuk-batuk. Mas Kahfi geraknya cepat sekali, dan saya bersyukur akhirnya ada tandem buat mempercepat langkah saya ke WS berikutnya.
Saking cepatnya, di Bukit Kembang saya bisa nyusul Mbak Anggi dan Mas Doni. Akhirnya kami berempat barengan sampai di WS Puncak Sari. Kayaknya semuanya udah ngerasa ngantuk berat, tapi kami harus tetap gerak supaya badan tetap hangat.
WS Puncak Sari ini juga bikin emosi. Saat downhill kami sama sekali gak menemukan peradaban manusia, padahal kalau di map, lokasi WS Puncaksari ini sudah dekat harusnya. Sempat menemukan sebuah rumah yang cukup besar, tapi ini rumah siapa anjirr. Ngangkutin material bangunan kesini gimana caranya? Lah wong jalannya ancur kek gini.
Ternyata WS Puncaksari tersembunyi di balik bukit dan melipir ke kiri dari jalur lari. WSnya lumayan kecil dijaga sama tiga orang bapak bapak. Di WS ini saya minta minum teh hangat dan tidur sebentar. Saya merebahkan diri langsung di lantai yang dingin. Sekitar 5 menit saya terbangun. Mas Kahfi dan lainnya sudah siap-siap jalan. Selepas WS kami berempat sempat salah jalur sekitar 200 meter. Aiiih balik ke jalur yang benarnya nanjak lagi cuy. Bapak-Bapak penjaga WS nya juga napa gak kasih tau wkwkwkwk.
Berhubung udah ngantuk berat dan ada rencana mau tidur agak lamaan di WS selanjutnya di Sukapura, saya langsung ngacir ninggalin rombongan. Nah ini nih yang bikin saya ngomel dalam hati, jalurnya FULL MAKADAM. Batu batunya bener-bener menonjol kayak jalur terapi rematik nenek nenek. Kalau jalurnya menikung dan turun, berubah jadi jalur semen, tapi dikit doang, setelah itu kembali ke makadam laknat.
Karena faktor ngantuk, dan berusaha sampai di WS Sukapura sesuai timeline yang saya buat, mau gak mau harus saya lariin. Kebun dan kampung saya lewati silih berganti. Mana anjingnya banyak banget, nggonggongnya saut sautan pula. Saking keselnya ada satu anjing yang saya lempar pakai kurma. Kurma BTS entah kenapa keras banget, beda sama kurma di Rinjani100 yang lembek. Selain saya lempar kurma, saya juga arahin cahaya headlamp saya ke arah mata anjing itu supaya rada ngeblank. Cara ini efektif supaya anjing berhenti ngejar 😂
Sampai di Dusun Ngelosari, jalur lari yang saya lalui akhirnya masuk ke kawasan hutan lindung. Pohonnya besar-besar, suasananya gelap, dan saya sendirian 😅. Agak horor kalau diinget-inget, tapi who care!!!! Saking lelahnya sampai kepikiran mau nantangin gelut si hantu kalau dia berani muncul. Jalur hutannya ini sih udah enak ya, walaupun beton bukan makadam lagi, tapi lutut kerasa nyeri banget. Intinya kalau udah masuk hutan WS Sukapura udah dekat.
| WS Sukapura, WS dengan elevasi terendah di 924 mdpl napa gak dibablasin sampai Kota Probolinggo wae |
Sampailah saya di WS Sukapura yang berada persis di Masjid Al Hikmah. WS ini adalah WS dengan Elevasi terendah di Rute 170 km. Apakah saya lanjut tidur? Oh tentu saja tidak, wkwkwkwk. Lutut yang nyut-nyutan ini malah bikin saya gak bisa tidur. Di WS saya makan bubur instant, tapi racikan bapak penjaga WS nya masyaallah 😒. Air di bubur instantnya kurang banget malah jadi kayak adonan tepung yang rasanya gurih. Tapi gak papa yang penting ada makanan masuk.
| Lihatlah betapa cerianya wajah saya di WS Sukapura 😅. Niatnya ngebut mau tidur, tapi gara-gara lutut agak nyeri karena ngelariin jalur makadam, hilang rasa ngantuknya. |
Berhalu-Halu Ria Nanjak ke B29
Dari WS Sukapura, jalur melintasi jalan aspal dan kembali menanjak. Puncak tujuan utamanya di Bukit B29 (lagi) tapi kali ini lewat sisi belakang, (Wonokerso & Ledokombo). Nah di sini saya sampai tidur dua kali di jalan 😅. Benar-benar menggeletak kayak orang abis ditabrak. Untung jalanan masih sepi. Pas bangun dari tidur yang kedua, tiba-tiba pikiran halu mulai muncul. Kayak ada bisikan "Wan lu gak perlu nanjak lagi, kan udah sampai Penanjakan, langsung aja ke venue naik jeep, ambil medali, jadi deh finisher 170"
Kedengerannya memang gak masuk akal, tapi hampir lho saya beneran nyari jeep buat ke venue. Pas nyadar itu cuma halu, saya langsung ambil selang water blader dan cuci muka. Astaga wkwkwkw untung gak saya turutin bisikan 'setan' ini. Saya lanjutkan pergerakan melintasi jalan aspal yang menanjak panjaaaaang ini.
Tepat di bawah Pura Dharma Kitri, ada jalur melintasi jembatan sungai antara dua punggungan yang hampir tertutup longsor. Daerah ini sepertinya sering diguyur hujan. Jalanan berlumpur, dan membuat saya ragu buat lewat. Saya punya trauma dengan longsor pas RTC Larantuka-Flores. Sempat terlintas mau stop karena alasan forced major. Tapi karena gak menemukan pelari yang putar balik, asumsi saya, jalurnya aman. Akhirnya saya paksakan lewat 😆. Saya lari full effort di jalur nanjak sampai ke titik yang saya rasa aman. Beuuuuh rasanya kek mo mati 😑, entah berapa HR saya. Dari sini masih ada dua WS yaitu WS Wonokerso dan WS Ledok Ombo sebelum nanjak ke B29
| Melintasi jalur bekas longsoran |
B29 dan Jemplang Yang Kedua Kali
Apa persamaan BTS 2019 dengan 2025? Yak sama-sama melewati Puncak B29 dua kali. Bedanya, kalau yang 2019, saya naik dua kali naik karena revisi jalurnya dua kali looping. Yang 2025 ini rutenya B29 turun pas lewat yang kedua kalinya.| Antrian pelari 30 km di Bukit B29 |
Rombongan kategori 30 yang saya jumpai ini kloter akhir, jadi setengah jalur turun ke lantai kaldera Bromonya sudah kosong gak ada pelari naik lagi. Terima kasih banyak ya buat kalian!!
| Jemplang di pagi hari. 📸 : rimshoot |
Sampai di padang sabana lantai Kaldera Bromo, saya lari fartlek, ketemu marka saya jalan, ketemu marka satu lagi di depan, saya lari. Begitu seterusnya. Memasuki jalur aspal ke arah Jemplang, saya menyempatkan diri mampir ke warung. Saya memesan es kelapa. Untungnya bisa bayar pake QRIS.
Sampai akhirnya saya sampai di WS Jemplang di Bromo Hill Side yang kedua kalinya. Lagi-lagi Mbak Endah masih stand by di WS Jemplang. Di WS ini masih banyak pelari 30 km yang sedang makan minum. Untungnya petugas menyediakan meja khusus pelari kategori 170 😅. Wih dapet lounge khusus nih.
| Ketemu Mbak Endah lagi di WS Jemplang |
Kembali Ke Cemoro Lawang dengan Optimis
Selepas Jemplang, sudah tidak ada lagi rute teknikal yang perlu di khawatirkan. Tidak ada tanjakan panjang, tidak ada jalur makadam, dan seharusnya sudah gak ada lagi jalur bekas roda motor yangs angat menjengkelkan itu 👀. Rasa optimis bisa finish sebelum batas waktu jam 18 mulai tumbuh. Saya kembali bertemu dengan pelari 30 km. Kali ini kami bersama-sama melintasi padang sabana menuju Gunung Bromo untuk mengambil gelang hitam.
| pemandangan saat kembali ke Cemoro Lawang, ada yang optimis ada yang sebaliknya. 📸 : rimshoot |
Saya gak terlalu push, walau di beberapa titik saya sempat tertahan pelari 30 km yang masih newbie, terlihat dari cara menyeberang sungai kecil dengan penuh kehati-hatian, tapi its okay gak masalah 😅. Malah jadi hiburan tersendiri, apalagi ada yang nyemplung ke air juga 😆.
| pemandangannya bagus banget, ini setelah turun dari WS Jemplang, melewati padang sabana Bromo |
Akhirnya saya sampai di bagian paling iconic dari BTS yaitu Gunung Bromo. Kami menyusuri kaki Gunung Bromo yang berpasir. Banyak fotografer baik yang official maupun non official memotret kami. Woow aman ini stock foto.
| tempat ini yang bernama Bukit Bulan, persis di kaki Gunung Bromo, foto di sini selalu epic |
| Segmen Gunung Bromo dengan latar belakang Gunung Batok |
| Gelang terakhir kategori 170 km persis di tangga pendakian Gunung Bromo |
Selepas dari Gunung Bromo saya memasuki part akhir yang sebetulnya menyebalkan juga, naik tembok kaldera lewat jalur kuda (banyak kotorannya njiir) lalu masuk ke perkebunan warga di kawasan Seruni dan diturunkan sepanjang 3 km dengan elevation loss sekitar 300 meter. Aslii bener-bener penghancur mood di segmen akhir ini. Tapi tetap saya hadapi dengan penuh kesabaran, karena udah optimis bisa selesai under COT.
Lagi lagi ada perasaan aneh yang datang. Saya sempat kepikiran
"ini pelari mau finish napa harus diturunin jauh banget ke bawah, udah napa gak usah disiksa, ini yang bikin rute kagak mikir napa, pelari tu mau finish" 😅
| Segmen yang bikin saya marah marah gak jelas alias halu menjelang finish |
sampai saatnya saya nyeberang kali tetiba rasa marah muncul ke Umar
"pasti Umar dah yang bikin rute ngelewatin jalur ini, sialan kamu Mar"
Padahal Umar gak ngapa-ngapain, dia juga pelari, bukan panitia. Tapi ya gitu lah kondisi 38 jam dengan tidur yang cuma beberapa menit. Udah haluuuu
Finishline Yang (kembali) Sunyi
| 170 km selama 39 jam 10 menit masih bisa loncat. 📸 : rimshoot |
| Catatan waktu saya |
| Done 170 km |
BTS Ultra 2025 sangat berkesan buat saya. Apalagi rutenya kembali ke jalur aslinya melewati Ranu Kumbolo. Dan ternyata tidak hanya Ranu Kumbolo, saya juga mengelilingi Kaldera Tengger termasuk Bukit Premium yang indah itu. Namun dibalik keindahan rute 170 km, harus ditebus mahal dengan jalur yang sangat menyiksa
| Fauzan, Umar, Mak Iwed menyambut saya di garis finish |
| Orangnya baru onfire di second half 👀 |
| catatan waktu saya di BTS 2025 |
Soal fuel, saya penganut real food garis keras. Setiap berhenti di WS saya pastikan perut saya terisi makanan, entah pisang, buah, nasi, kurma pokoknya makan. Menghadapi jarak sejauh itu hanya makanan penolong saya. Saya gak mengkonsumsi gel sama sekali, karena khawatir ngaruh ke lambung. Efek manis dari gel biasanya membuat saya ngerasa kenyang, tapi lambung tetap kosong, ujung-ujungnya pasti ada rasa mual. Untuk air minum saya menggunakan water bladder kapasitas dua liter dan selalu saya isi penuh. Pokoknya tidak ada cerita saya kehausan di jalur, tidak boleh ada dehidrasi di manapun saya bergerak. Vest jadi berat kan? Iyes, tapi jauh lebih baik daripada kehausan di tengah rute.
- Sebaiknya tidak melewati jalur pipa dekat Ranupani, bukan soal terjal, tapi jalur itu ada saluran air penting buat warga. Kemarin pipanya itu bocor, jalur jadi licin berlumpur 😅.
- Gelangnya irit sekali, kalau gak salah kategori 170 km cuma dapat 4 gelang. Itupun dua gelang ada di Jemplang, seharusnya gelang ditempatkan di ujung uturn seperti WS Jarak Ijo, WS Sukapura, dan WS Wonorejo untuk mencegah pelari yang curang (shortcut jalur). Update: Ternyata gak perlu banyak gelang, BTS udah canggih pake live tracking. Kemarin ada satu peserta DQ karena tidak sengaja shortcut langsung ke Finish Line
- Beberapa WS titiknya beda lokasi dengan yang ada di GPX.
- Kualitas medali yang saya dapat agak rusak 😅 mungkin kualitasnya bisa diperhatikan lagi kedepannya. Gak papa sih, karena emang merepresentasikan mental saya yang sempat penyok di Makadam Puncaksari wkwkwwk.
- Lebih baik kategori 30 km jalurnya dibuat lawan arah dari yang tahun ini. Kasian udah kena antrian di Tanjakan B29. Belum lagi potensi 'bentrok' dengan pelari 170 km yang turun B29.
Sukses selalu buat F-Onesport!!!
| Medali BTS 170km adalah jarak terjauh dalam sejarah pelarian saya 👀 |
| Ando saat finish BTS 170 km tahun 2019. 📸 : heinyaii |
Salah satu orang yang menginspirasi saya buat mencicipi jalur 170 km adalah Ando Akihide, ultraman asal Jepang yang sangat mencintai jalur trail Indonesia. Di 2019, ketika saya sedang menunggu teman kantor yang berjuang finish di Cemoro Lawang, Ando tampak muncul dari kejauhan. Suara lonceng dari saut menyaut. Ando, pelari pertama kategori 170 km mendekati garis finish sambil melakukan selebrasi push up beberapa kali, untuk menunjukan kalau “baterainya” belum habis. Di garis finish dia membentangkan kain bertuliskan “Be Your Self”. Dia ingin ngasih tau dunia, lari ultra marathon itu kontemplasi pribadi, dan setiap orang punya caranya sendiri menghadapi ratusan kilometer.
Lihat muka Mas Iwan yang nggak kelihatan capek, jadi pengen banget coba ultra. Tapi karena aku pelari rekreasional dan baru pernah ikut kategori trail pendek, kayaknya belum siap mati konyol dulu deh, haha. Tapi semoga suatu hari bisa ultraaaa juga!
BalasHapusKeren banget mas Iwannn!