Tragedi Slamet 1993 Yang Misterius

Plakat yang berada di Plawangan Jalur Baturaden

Ketika naik Gunung Slamet jalur Baturaden (baru), kami menemukan plakat ini. Meskipun  plakatnya tampak samar-samar, makna tulisannya dalam sekali.

In Memoriam
Bila akhirnya mati juga kita satu persatu di sini, di kaki dan tebing rimba yang dingin ini
Setelah tak ada lagi kita temukan jalan pulang

adakah kematian tinggal kenangan yang sia-sia? semoga tidak

Tidak bila mayat mayat kita kelak mampu menitip pesan. Gunung memang bukan tempat main-main
yang tidak harus didaki tanpa persiapan, yang tidak harus didaki dengan semangat hendak menaklukan alam
(disalin dari Prasasti Lama)

5 Orang Pecinta Alam Purwokerto, Februari 1993
Philipus Argo Dwiyanto (25 Th)
Nicholas Gregorius Lucky Pramono (21 Th)
Robertus Harimurti Satoto (24 Th)
Supriyatno (20 Th)
Iwan Suryawan (21 Th)

Gunung Slamet memang sering memakan korban jiwa, entah luka, meninggal maupun hilang. Tragedi Gunung Slamet paling terkenal terjadi tahun 2001 ketika lima mahasiswa pecinta alam UGM meninggal dunia karena terjebak badai. Ada juga tragedi tahun 1985 ketika dua mahasiswa Unnes hilang dan belum ditemukan sampai sekarang.
Tragedi 1985 yang dimuat dalam suatu surat kabar


Berbeda dengan dua tragedi di atas yang cukup populer, tragedi 1993 ini nyaris tanpa ada catatan.  Hanya plakat itu saja yang menandakan bahwa tragedi itu pernah terjadi. Tidak dijelaskan pula apakah kelima orang tersebut meninggal atau hilang. 

Yang menarik, di Channel Besok Pagi Youtube terdapat pembahasan proses evakuasi pendaki asal Jakarta bernama Iwan Suryawan di Gunung Slamet. Narasumbernya adalah Om Guntur. Iwan Suryawan adalah pendaki terakhir yang berhasil dievakuasi dalam kasus rombongan pendaki yang hilang.



(Update) 
Teman saya di Baturaden cerita kalau tragedi itu ada di jalur Pancuran 7 Baturaden, infonya mereka terpencar dan tersesat, hanya ada satu survivor. Sementara 5 orang lainnya meninggal dunia. 

Slamet memang gunung dengan medan sulit namun terlalu populer. Saya tidak berani menjudge tentang pendaki fomo, karena pada awalnya saya pun fomo. Namun kefomoan saya tidak senekat mendaki Slamet dengan cara tektok, berbakal logistik minim, dan menganggap emergency blanket adalah penyelamat nyawa đź‘€

Mendaki Slamet ketika cuaca cerah mungkin tidak terlalu teknikal. Namun ketika badai dan berkabut, dibutuhkan kemampuan navigasi dan survival yang mumpuni mengingat gunung ini memiliki banyak jalur. Tragedi 1985 terjadi di bulan Januari, sementara tragedi 1993, 2001 sama sama terjadi di bulan Februari. Di bulan bulan tersebut memang sedang puncak musim hujan biasanya di Pulau Jawa. 

Tragedi 1985 berawal dari salah jalur saat turun dari puncak yang memaksa 3 orang pendaki Unnes memasuki jurang di kawasan puncak Slamet.  Sementara tragedi 2001 terjadi ketika badai hujan dan angin menerjang puncak Slamet yang mengakibatkan lima mahasiswa UGM mengalami hipotermia.



Sehingga sepenggal bait dalam Sajak Sesat di Plakat Tragedi 1993 itu sangat relevan, bahwa Gunung memang bukan tempat main-main, yang tidak harus didaki tanpa persiapan, yang tidak harus didaki dengan semangat hendak menaklukan alam