Penanggungan masih menjadi impian, setelah sekian kali gagal, akhirnya saya bisa menggapai Puncak Pawitra
Pembicaraan tentang Gunung Penanggungan berawal dari acara lari Mantra Summit Challange. Dalam perjalanan menunju Prigen, saya menyaksikan sebuah gunung kerucut yang simetris dan sangat indah. Info dari teman teman lari, Gunung Penanggungan ini sangat unik. Banyak peninggalan sejarah termasuk jalur kuno yang pernah digunakan masyarakat jaman dulu dan bahkan bisa diakses menggunakan kereta kuda.
Rencana ini akhirnya terlaksana justru pas mudik. Untuk mencapai Gunung Penanggungan, saya menuju kota Mojokerto menggunakan kereta. Kebetulan ada temen kantor yang bertugas di Mojokerto dan dia juga sedang mudik. Jadi saya bisa pakai motornya. Jalur pendakian yang saya pilih adalah jalur Tamiajeng yang berlokasi di selatan gunung. Karena bertepatan dengan bulan ramadhan, tidak banyak pendaki yang naik padahal hari Sabtu.
 |
jalur selepas basecamp, tampak Gunung Penanggungan dibalik pohon |
Penanggungan ini gunung yang unik menurut saya. Bentuknya kerucut hampir sempurna, karena memang Penanggungan dulunya adalah gunung api aktif dengan tipe strato. Gunung ini memiliki puncak setinggi 1653 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sementara basecamp berada di ketinggian 600 mdpl. Jadi butuh elevasi gain 1000 meter untuk menggapai puncak. Jalurnya sangat jelas, meskipun banyak percabangan.
Di jalur pendakian, saya menjumpai sebuah tugu memorial dari Erfando Ilham Nainggolan. Erfando adalah pendaki yang meninggal dunia di jalur Penanggungan karena kelelahan dan jatuh saat turun. Beritanya dapat dilihat di sini Polisi: Erfando Terjatuh Tiga Kali Sebelum Meninggal di Gunung Penanggungan
 |
Tugu memoriam Erfando Ilham Nainggolan |
Saya mendirikan tenda di puncak bayangan. Di puncak bayangan ada dua area camp, bagian bawah dan bagian atas. Bagian bawah area datarnya luas, tapi banyak batu. Sementara di bagian atas area datarnya agak sempit. Saya memilih di bagian atas karena sepi.
Oh ya ada kejadiaan yang cukup menegangkan. Sampai di Puncak Bayangan hujan mulai mengguyur, Saat akan mendirikan tenda, cuaca mulai hujan dan disertai petir. Tenda saya sudah berdiri, tapi tiba tiba kilatan cahaya terlihat jelas menyilaukan mata. Lokasi sambaran petirnya deket banget dari tempat saya akan bangun tenda. Gak mau ambil risiko, saya kembali ke puncak bayangan bawah dan berteduh di lapak pedagang. Setelah cuaca kembali kondusif, saya balik lagi ke tenda, haahahaha untung selamat.
 |
tenda saya berwarna hijau |
Malam hari cuaca lumayan cerah. Pemandangan lampu lampu di daerah Trawas, Prigen dan sekitarnya terlihat jelas. Bintang juga sudah mulai terlihat.
 |
Pemandangan city light dari lokasi camp |
Berdasarkan informasi dari pendaki yang turun, lebih baik summit jam 3 dini hari supaya bisa melihat pemandangan matahari terbit di puncak. Setelah makan malam dan minum, saya setel alarm jam 3 dan langsung tidur nyenyak.
Jam 3 sudah mulai ada pendaki yang naik. Ternyata rombongan 5 orang yang saya jumpai tadi di basecamp.
 |
Pemandangan citylight dari Puncak Penanggungan |
 |
Sinar matahari mulai terlihat |
 |
Puncak Arjuno Welirang mulai terpapar sinar mentari |
 |
Puncak Gunung Penanggungan berlatar Gunung Arjuno Welirang, tampak jalur pendakian kuno yang memutar ke puncak. |
 |
Dua Kawah mati di puncak Gunung Penanggungan |
 |
Spot foto paling iconic di Penanggungan, lokasinya gak jauh dari puncak |
 |
Kalau foto di atas batu ini harus hati hati ya,, kalau jatuh ya lumayan juga cederanya |
 |
Ternyata jalur pendakian ke puncak seenak ini, tidak berbatu seperti yang orang lain bilang |
 |
Mulai mendekat lokasi tenda di Puncak Bayangan |
Selain unik dari sudut pandang geologi, dari segi sosiokultural, Gunung Penanggungan menyipan harta karun yang luar biasa. Banyak peninggalan kebudayaan pada masa lalu seperti candi, arca bahkan jalur kuno menuju puncak Penanggungan. Sayangnya, benda benda itu tidak saya jumpai di Jalur Tamiajeng.
Foto Panorama Aerial Puncak Penanggungan
Peta Pendakian Penanggungan Jalur Tamiajeng