Rasa-rasanya, ini badai terhebat yang pernah saya hadapi selama naik gunung
Tujuan utamanya kesini, Sabana Buthak |
Jalur pendakian |
pikiran jangan kosong |
Sampai di Pos 1 Buthak kami langsung menikmati nasi pecel buat mengisi tenaga. Warungnya lumayan besar dengan banyak meja, mirip foodcourt 😁. Harganya juga masuk akal. Saya beristirahat lumayan lama di Pos 1. Tersedia ojek pulak yang siap mengantarkan pendaki ke basecamp bahkan ke Pos 3.
Pos 1 Buthak
Makan siang di Pos 1 Buthak |
Perjalanan kami lanjutkan karena hari makin sore. Selepas Pos 1 makin banyak kami jumpai pendaki yang turun. Ekspresi mereka tampak kelelahan dengan pakaian yang kotor terkena tanah. Menurut beberapa orang yang kami tanyai, sejak kemarin sampai pagi tadi badai menerjang Gunung Buthak. Berarti lumayan mengerikan ya, di waktu yang sama, saya masih ada di rest Area Tosari dan gak bisa membayangkan badai macam apa di Buthak.
Foto Panorama Pos 2 Buthak
Pos 2 Buthak |
Yang membuat saya jengkel dari jalur pendakian Panderman Gunung Buthak ini adalah bekas roda motor yang membelah jalur pendakian. Rasanya menjadi tidak nyaman karena jalur pendaki jadi terbelah dan sempit. Apalagi saat itu kondisi jalur sangat licin, dan rawan membuat kaki terkilir. So buat kalian yang mendaki, kalau gak mau repot jalan kaki, mending gak usah mendaki.
perhatikan bekas roda motor yang membelah jalur pendakian |
Lorong ranting |
Foto Panorama Pos 3 Buthak
Bahkan motor bisa sampai Pos 3😓 |
Awalnya kami rencana membuat tenda di Padang Sabana. Namun di area terbuka menjelang tanjakan terakhir sebelum Sabana (orang lain bilang kawasan tebing) badai yang cukup kencang menerjang. Kondisi yang gelap, sekitar jam setengah 7 malam, kabut, hujan, angin kencang ditambah suara deru daun pinus membuat kami ngfreze selama 5 menit. Dalam kebimbangan kami menoleh ke atas, memastikan tidak ada ranting atau pohon yang ambruk.
Kami masih menanti badai mereda karena kalau di peta, jarak kami dengan Padang Sabana lumayan dekat. Setelah dipastikan badai tidak akan mereda dalam waktu dekat, akhirnya kami mundur. Sambil menengok kanan kiri, akhirnya kami menemukan area yang cukup membuat satu tenda. di seberang jalur juga ada tenda pendaki, yeah lega karena ada temennya.
Dengan kondisi tubuh mengigil, kami bongkar tas, dan mulai menyusun tenda. Saking dinginnya, kedua tangan saya kaku nyaris gak bisa digerakan. Bahkan untuk menekan klip frame tenda ke flysheet, sulitnya bukan main. 5 menit kemudian tenda berhasil disusun, saatnya menaruh semua barang ditenda. Pakaian yang basah sengaja saya tidak lepas supaya cepat kering karena terpapar suhu hangat dari badan.
Ketika hujan mulai mereda, kami memutuskan untuk masak air dan membuat kopi. Sayangnya, gas yang dibawa Yalsin gak match sama kompor saya 😁. Untungnya tetangga tenda tadi mengijinkan kami meminjam gasnya. Yeah akhirnya jadilah kopi hangat yang menemani kami dikala badai.
Foto bareng Mahbub, tetangga tenda yang meminjamkan kami gas buat masak
Menghalau Galau Menuju Puncak
Paginya angin masih kencang, walau gak separah tadi malam. Melihat ke atas pohon pinus, gerakannya relatif tenang, suara yang menderu sepertinya hanya karena daun pinus yang dihembus angin. Kami memutuskan pergi ke puncak. Benar saja, lokasi kami terjebak badai semlaam ternyata tidak terlalu jauh dengan Sabana Buthak. di Sabana banyak tenda pendaki. Mereka bilang semalam, tenda merekapun tidak luput terkena amukan badai.
Sabana Buthak dan sumber air di sungai kecil, sampahnya buanyak banget 😌 |
Sabana Buthak yang mirip dengan Sabana Gupakan di Gunung Lawu |
Air terjun di bawah Sabana Buthak |
Foto Panorama Sabana Buthak
Dari Sabana, puncak Buthak terlihat jelas. Jalur pendakian ke puncak pun sangat jelas. Walau agak teknikal, akhirnya kami sampai Puncak Buthak yang berada di ketinggian 2.868 MDPL. Kami menjadi pendaki pertama hari itu yang berhasil sampai Puncak Buthak.
Yeah jadi yang pertama hari itu menggapai Puncak Buthak. |
Lokasi tenda kami di antara semak belukar |
Peta Pendakian Jalur Panderman Gunung Buthak