Bagi sebagian besar masyarakat, Gunung Timau bisa jadi tidak setenar gunung lain di Indonesia seperti Rinjani, Semeru maupun Puncak Jaya. Namun bagi masyarakat Kupang, gunung ini menjadi sumber kehidupan. Di sekitar Gunung Timau terdapat hutan yang menjadi sumber mata air. Tidak hanya itu, observatorium tata surya terbesar di Asia Tenggara juga sedang dibangun di tempat ini.
Gunung Timau, tampak Observatorium Antariksa Nasional Timau yang sedang dalam proses pembangunan
Melewati Perbukitan Lelogama yang mengagumkan
Dari Kota Kupang gunung ini bisa diakses melewati jalur Takari – Lelogama – Fatumonas dan menembus hutan ke arah Naikliu. Rombongan kami membawa tiga mobil dan dua motor. Kami berangkat dari Kota Kupang sekitar pukul 14:00 Wita. Lelogama sendiri merupakan salah satu destinasi wisata keren di Kabupaten Kupang. Di sana terdapat perbukitan yang indah.
Perbukitan di Lelogama,tampak Gunung Timau menjulang tinggi dari kejauhan
Dari Jika ingin mendapatkan pemandangan keren matahari terbenam di perbukitan Lelogama saran saya berangkat paling lambat jam 1 siang. Perjalanan ke Lelogama memakan waktu sekitar 3 jam.
Pemandangan matahari terbenam di Lelogama
Sepanjang jalur Kota Kupang hingga Lelogama jalanan mulus beraspal, namun setelah Lelogama jalur aspal hilang dan berganti medan offroad. Jika musim hujan, jalanan menjadi lumpur hampir mustahil dilalui. Ketika musim kemarau. Sejak Observatorium Antariksa Timau dibangun jalanan di kawasan ini mulai dibangun dengan baik.
Perbukitan antara Lelogama dengan Fatumonas yang sudah beraspal
Rombongan kami tiba di kawasan observatorium yang jaraknya sekitar 1 km dari Gunung Timau sekitar pukul 19:00 WITA. Mengingat ini kali pertama kami ke Gunung Timau kami ngobrol-ngobrol dengan beberapa pekerja yang ada proyek Observatorium Timau untuk menggali informai tentang akses menuju Puncak Timau.
Beristirahat sejenak sambil menunggu rekan-rekan yang lain. Pastikan kendaraan mu fit kalau ingin ke Gunung Timau
Pekerja proyek observatorium menyarankan kami berkemah di pasar tradisional Sainfau yang hanya buka pada hari Selasa. Kami berjalan kaki sekitar 500 meter dari proyek observatorium, dan akhirnya menemukan lokasi pasar yang dimaksud sebelah kiri jalan.
Pasar ini agak aneh karena sangat jauh dari pemukiman penduduk. Btw, barang-barang yang dijual di Pasar Sainafu lumayan unik lho, bisa kalian baca di sini. Tidak ada bangunan permanen, hanya ada kerangka yang terbuat dari ranting kayu sebagai lapak dagangan.
Kami mendirikan 5 tenda di lokasi ini. Suasanya sangat nyaman meskipun banyak kotoran hewan seperti sapi dan kuda. Ada beberapa pohon yang bisa digunakan untuk memasang hammock. Yang perlu menjadi perhatian adalah ketika malam banyak anjing berkeliaran. Oleh karena itu pastikan bahan-bahan makanan diletakan di dalam tenda.
Otw Muncak Kami memutuskan berangkat pada pukul 04:30 WITA. Suasana masih tampak gelap. Kami mengikuti jalan ke arah Naikliu sambil mencari jalur setapak ke Puncak Timau yang berada di sebelah kiri jalan. Sejak semalam sebetulnya saya tidak bisa tidur karena was-was. Khawatir tidak menemukan jalan setapak menuju puncak.
Penampakan jalan dari lokasi kemah menuju pertigaan jalan setapak ke Puncak Timau ketika siang
Di sebuah tikungan yang cukup lebar, kami menemukan sebuah batu yang terdapat berbagai macam 'sesajen' seperti buah pinang dan rokok. Sesajen seperti ini merupakan hal yang wajar di setiap jalur pendakian gunung yang ada di Pulau Timor. Akhirnya saya tenang, kami menemukan jalur menuju Puncak Timau.
Batu tempat sesajen Pertigaan menuju jalur pendakian ada di titik ini
Gunung Timau menjulang setinggi 1.774 meter di atas permukaan laut (mdpl). Wajar saja jika gunung ini kurang eksis di mata pendaki mengingat ketinggiannya di bawah 2000 mdpl. Meski demikian, pendakian ke Gunung Timau tidak boleh dianggap remeh. Dari kejauhan, Gunung Timau menyerupai piramida raksasa. Ketika tubuh Gunung Timau mulai disinari cahaya matahari, nyali saya agak ciut. Kontur medan menuju puncak Timau sangat curam.
Jalur pendakian menjelang puncak Timau yang sangat curam, tampak
rombongan kami sedang menuruni gunung membawa bendera merah putih
Tanjakan terjal langsung menyambut awal pendakian kami. Jalur setapaknya cukup jelas namun perlu diwaspadai risiko tergelincir. Pastikan pijakan kaki dan pegangan tangan. Beberapa pohon tampak bekas goresan sebagai rambu-rambu pemberi tanda jalur yang benar.
Goresan di batang pohon sebagai penanda jalur yang benar
Matahari mulai nampak dari ufuk timur. Tampak Gunung Mutis di Kabupaten Timor Tengah Selatan dari kejauhan
Observatorium Nasional Timau tampak dari kejauhan
Sangat disarankan mengenakan celana panjang dan sepatu untuk menghindari tergores bebatuan yang tajam. Jangan lupa mengenakan jaket mengingat di puncak Gunung Timau tidak ada pepohonan yang melindungi diri dari angin.
Meskipun rerumputan namun harus hati-hati ketika melangkah apalagi kalau rumputnya basah karena embun. Licin sekali
Gunung Timau yang bentuknya mirip piramida
Pukul 06:10 akhirnya saya berhasil sampai ke puncak Timau. Pemandangan di puncak Timau keren banget. Kita bisa menyaksikan Gunung Mutis, Fatuleu, Kota Kupang dan kawasan utara Kabupaten Kupang dengan sangat jelas. Pemandangan matahari terbitnya juga gak kalah keren dengan gunung-gunung lain di Pulau Jawa.
Merah putih berkibar di Puncak Timau tampak Gunung Mutis dari kejauhan
Siapapun yang ada di puncak Timau harus tetap berhati-hati. Puncaknya lumayan sempit tapi agak memanjang. Di beberapa sisi tepiannya adalah jurang yang lumayan terjal.
Kondisi puncak Timau yang sempit tapi memanjang. Harus waspada ya
Tidak ada Edelweis gantinya bunga kuning ini yang gak kalah kece. Entah apa namanya
Di Puncak Timau sinyal seluler Telkomsel lumayan lancar bahkan kami juga sempat mendapat sinyal dari operator seluler Timor Leste
Selamat Datang Sinyal Roaming
Selamat datang di Timor
Gunung Timau merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat Kupang. Beberapa mata air dari aliran sungai yang mengalir di wilayah kabupaten Kupang, bersumber dari Gunung Timau. Oleh karena itu selalu menjaga kebersihan, jangan membuang sampah sembarangan.