100 KM Mencekam di Ijen Trail Run 2019



Kawah Ijen

Kamu gak takut nyasar di hutan? Atau jatuh ke jurang? Beneran sendirian lari? Kali ini saya merasakan sendiri kekhawatiran orang-orang ketika dihadapkan dengan lari lintas alam. Saya merasakan di Ijen Trail Run 2019 kategori 100 KM, dan event ini benar benar mengubah mindset saya soal trail run di masa mendatang.

Waktu Tiba Di Venue vs Waktu Start Mepet
Lombok - Banyuwangi saya tempuh dengan jalur darat dan penyeberangan. Pukul 8 malam saya tiba di Sempol, race village Ijen Trail Run 2019. Suhunya luar biasa dingin karena dikelilingi oleh pegunungan. Sempol merupakan desa yang berada di lantai kaldera raksasa Gunung Ijen. Sempol secara administratif bagian dari Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.

Saya langsung bertemu dengan Mbak Etha yang sudah sampai lebih dulu di Sempol. Start kategori 100 km pukul 00:30, berarti masih ada waktu 4 jam lebih untuk beristirahat.
kami siap menyusuri 100 KM
kami siap menyusuri 100 KM

 Start Gate dan Finish Gate berada di lapangan SMK Negeri 1 Sempol. Jumlah peserta kategori 100 KM kurang lebih 40 orang. Sebetulnya saya agak khawatir, jumlah yang sedikit ini akan melalui jalur 100 km yang sangat panjang. Pasti jaraknya renggang-renggang. Dan yang ikutpun banyak yang memang sudah para master, beberapa di antaranya adalah podium Lintas Sumbawa. Target saya sederhana saja, finish sehat, sebelum COT.

Start di mulai, saya langsung dihadapkan oleh tanjakan terjal yang sangat berdebu. Pilihan untuk menghindari debu hanya ada dua, mendahului atau berada jauh di belakang pelari di depan. Ternyata walaupun sudah berada jauh di depan, debu-debu tetap saja bertebaran karena angin sangat kencang. Penglihatan saya terganggu karena debu-debu itu menempel di kaca mata. Akhirnya saya tiba di atas Bukit Pedati yang merupakan punggungan kaldera.

Jalur selanjutnya adalah menelusuri punggungan bukit yang relatif datar, tapi tetap saja berdebu. Saya sempat bareng Mbak Sri Wahyuni, pelari trail papan atas. Ya karena beda kelas, tetep saja dia lebih duluan. Ngebut sekali :D. Water Station pertama adalah WS Malabar. Saya hanya menikmati teh hangat karena tidak ingin berlama-lama berhenti. Jalur setelah WS Malabar adalah perkebunan kopi dengan jalan makadam.
Suasana perumahan perkebunan kopi di Sempol
Suasana perumahan perkebunan kopi di Sempol

Matahari mulai nampak, Saya tiba di desa entah apa namanya. Bangunannya unik sekali ala-ala perkebunan eropa. Yang pasti masih masuk kawasa PTPN XII. Ternyata di dekat desa ini, ada TNI yang sedang latihan. Terkuaklah suara letusan beruntun yang terdengar ketika subuh.
Pemandangannya asli cakep banget
Pemandangannya asli cakep banget, ini saya nyasar, jalur sebenarnya ada di sebelah kanan bawah

 Kawah Wurung mulai terlihat dari kejauhan, begitu juga matahari. Di Kawah Wurung kami diwanti-wanti supaya fokus pada marka karena banyak kejadian tersesat tahun lalu. Ternyata saya mengalaminya, saya malah naik bukit, sementara di GPS jalur yang benar agak ke utara. Benar saja, dari atas bukit saya melihat pelari asal Brunei dengan kaos merah yang tampak kontras. Saya kembali turun dan mengikuti pelari tersebut.

Kawah Wurung
Kawah Wurung

Bagian selanjutnya adalah memasuki Kawah Ijen. Pelari kategori 100 yang sudah mencapai Kawah Ijen berarti sudah setengah perjalanan. Saya di puncak sekitar pukul 10:00 dan merasa yakin bisa menyelesaikan race ini sebelum gelap.

Tampak dari kejauhan asap yang berasal dari Kawah Ijen
Tampak dari kejauhan asap yang berasal dari Kawah Ijen

 
Semangat, sebentar lagi sampai Kawah Ijen
Semangat, sebentar lagi sampai Kawah Ijen

 

Isi bahan bakar dulu sebelum nanjak ke Kawah Ijen
Isi bahan bakar dulu sebelum nanjak ke Kawah Ijen

 
Akhirnya sampai Kawah Ijen
Akhirnya sampai Kawah Ijen
 
Pinjem bendera merah putih yang dibawa salah satu pengunjung
Pinjem bendera merah putih yang dibawa salah satu pengunjung

Kawah Ijen

  
Ternyata setengah perjalanan itu tidak semudah dibayangkan. Saya dipaksa mengelilingi perbukitan yang gak ada habisnya. Tantangan selanjutnya adalah banyak marka yang hilang. Awalnya tidak masalah karena GPS masih menunjukan jalur yang benar. Tapi setelah WS Giri Mulyo, marka menunjukan jalur yang berbeda dengan GPS, melenceng agak jauh. Saya masih percaya diri. Tapi nyali langsung terjun bebas, ketika hari mulai gelap dan marka itu lenyap, sementara posisi saya menjauhi jalur yang ada di GPS. Saya memilih mengikuti jalur daripada potong kompas dan berharap kembali menemukan marka.

Akhirnya saya kembali menemukan kembali marka, dan memutuskan tidak melihat GPS. Dibandingkan Mantra kemarin, Ijen Trail ini lebih menyeramkan. Di Mantra saya masih bisa berjumpa dengan pelari lainnya, di Ijen malam itu saya benar-benar sendiri menyusuri jalan makadam di perkebunan kopi.

Bagian paling menegangkan adalah ketika saya tersesat setelah WS Belawan. Saya yang sudah tidak percaya dengan GPS dan kondisi mengantuk luar biasa, akhirnya benar-benar menjumpai jalan buntu hampir 1 jam dari marka terakhir yang saya temui. Saya sama sekali tidak bisa melihat lampu atau bintang karena hutan yang benar-benar gelap. Saya ngubek ngubek rumput yang lumayan tinggi supaya menemukan jalur & marka, tapi nihil. Akhirnya saya balik arah menuju marka terakhir. Dan menemukan marka yang hilang itu ternyata menikung tajam. Kampreeet, hahaha.

Selanjutnya marka terlihat sangat jelas dan lengkap. Di 10 kilometer terakhir saya menyusuri punggungan bukit yang berada tepat di atas lokasi finish. Suara musik, MC dan band terdengar sangat jelas. Penyiksaan terakhir adalah menuju WS Pedati. Tanjakannya terjal sekali. Di atas Bukit Pedati terdapat perkampungan. Nah disini rasa ngantuk dan halu bercampur jadi satu. Saya menghampiri salah satu rumah warga, dan mengetuk pintunya. Keluarlah seorang emak emak sambil ngucek matanya karena ngantuk. Saya bilang, "Bu mau laundri" 
Ibu tadi jelas kaget, laundri apaan di atas bukit kayak gini 🤣🤣🤣. Pikiran saya mulai tersadar, dan saya langsung ngacir tanpa permisi. Saya tiba di WS terakhir sekitar jam 12 malam. Lega sekali rasanya. 

Di gate finish, suara musik sudah tidak terdengar. Orang orang di race venue sudah beristirahat. Finish sunyi, ya, saya pun mengantuk. Bahkan saya harus membangunkan panitia yang terlelap di samping gate Finish buat nanya ambil medalinya dimana. Melewati gate finish saya minta difotoin sambil memegang medali ke panitia tadi. Setelah itu saya kembali ke penginapan.
Akhirnya finish
Akhirnya finish dengan muka ngantuk

 
Akhirnya, ku mendapatkanmu
Akhirnya, mendapatkanmu

Saya kembali ke penginapan, Suhu yang sangat dingin membuat saya mengeluarkan emergency blanket aluminium untuk membungkus tubuh yang masih pakai jersey lari. Waaaw, luar biasa, sudah tidak menggigil lagi dan saya pun tidur terlelap hingga hari terang.
Sempol ketika terang
Sempol ketika terang

 
Pose agak cakepan
Pose agak cakepan