Kamu tak harus selalu memiliki rencana. Kadang yang kamu perlukan hanyalah sebuah keyakinan dan lihatlah apa yang dunia tawarkan

Tujuan utama dari perjalanan ini adalah Satonda. Di Pulau ini, saya memang berniat melepas lelah setelah melakukan perjalanan ratusan kilometer dari Ampenan sampai ke Calabai. Idul Fitri dua hari lagi, saya harus menyeberang sore ini juga.
Pulau Satonda terletak di utara Pulau Sumbawa, secara administratif berada di wilayah Desa Nangamiro Kecamatan Pekat Kabupaten Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat Pulau ini sejatinya adalah gunung berapi di laut yang meletus dahsyat puluhan ribu tahun silam. Saking dahsyatnya, terdapat kawah yang akhirnya menjadi danau air asin di tengah pulau. Konon, air asin ini merupakan dampak dari tsunami akibat letusan dahsyat Tambora di tahun 1815.
Saya menyeberang menggunakan perahu berukuran kecil milik nelayan di Pelabuhan Barat, Nangamiro. Butuh waktu sekitar 15 menit untuk menyeberang ke Pulau Satonda. Beberapa teman yang pernah ke Satonda mengatakan ombak di sana lumayan besar. Bulan Juni ini memang angin sering berhembus sangat kencang. Tapi saya bersyukur lautan sangat tenang ketika menyeberang. Tapi begitu tiba di pulau, hembusan angin terasa kencang.
Tulisan TWA Satonda menyambut kita dari dermaga yang ada di sisi selatan pulau. Fasilitas yang ada di pulau ini terbilang cukup lengkap seperti beberapa pondokan, resort penginapan, kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan tangga menuju puncak bukit. Listrik tersedia antara pukul 18:00 - 22:00 menggunakan genset yang dimiliki oleh resort. Sinyal aman, bahkan 4G untuk Telkomsel.


Setelah meletakan tas, saya langsung menuju danau yang jaraknya kurang dari 100 meter. Jalan menuju danau sudah disemen, jangan khawatir tersesat. Begitu melihat pemandangan di sekitar danau yang sangat luar biasa, saya mengubah rencana yang tadinya hanya 2 hari 1 malam, menjadi 3 hari dua malam.


Di pulau ini saya tidak sendiri, ada Pak Gede, manager resort dan seorang stafnya yang berasal dari Jawa. Berhubung tenda yang saya bawa framenya rusak, saya hanya tidur menggunakan sleeping bag di pondokan.
Siapapun yang ingin menginap di Satonda, harus membawa perbekalan makanan dan minuman yang cukup. Tidak ada sumber air tawar di sini. Hanya ada sumur air payau untuk mandi tidak jauh dari jalan menuju danau.
Sepanjang malam, angin berhembus sangat kencang. Untungnya sleeping bag saya mampu menahan terpaan angin. Sama seperti di Mantar, angin yang berhembus menyingkirkan awan-awan. Saya pun bisa mengabadikan bintang-bintang yang bertaburan di langit.

Matahari Terbit Dari Satonda Itu Sesuatu Sekali
Sesaat setelah subuh, saya bergegas menuju puncak bukit yang berada di sebelah timur pulau. Sebetulnya, bukit di sebelah barat lebih tinggi, tapi belum ada akses jalannya. Setengah dari jalur menuju puncak bukit berupa jalan semen dengan anak tangga.



Sisanya jalan setapak yang cukup terjal. Pastikan anda memegang batang tanaman atau akar supaya tidak terjatuh. Tapi juga harus waspada juga karena di pulau ini banyak terdapat kadal dan ular, salah satunya adalah jenis ular hijau berekor merah yang berbisa tinggi.

Sekitar 15 menit, akhirnya saya sampai di puncak bukit. Matahari mulai menampakan diri dari arah timur, sementara di selatan, tampak Gunung Tambora yang sangat jelas.




Danau Satonda Yang Misterius
Jujur saja saya agak bingung tentang sejarahnya Satonda. Apakah ini bekas gunung berapi atau pulau atol. Setelah dari puncak, saya menuju danau untuk yang kesekian kali. Terdapat dua pondokan di Danau Satonda. Pondokan pertama dekat dengan dermaga, sementara yang satunya dekat dengan jalur menuju puncak bukit di sebelah timur.



Danau di Satonda memiliki kadar garam atau salinitas yang lebih tinggi daripada laut pada umumnya. Tapi semakin di permukaan rasanya semakin tawar. Ini karena air asin berat jenisnya lebih besar dari air tawar, jadi posisinya lebih rendah.
Saya sama sekali gak berenang di danau, karena banyak sekali lumut dan berlumpur. Kata Om Iyus, terumbu karang purba di Danau Satonda itu terkenal di kalangan diver mancanegara. Di danau itu saya sempat melihat ikan-ikan kecil berenang dekat permukaan.

Tidak banyak kegiatan yang saya lakukan di Satonda selain duduk makan dan tidur menikmati kedamaian yang ada. Sesekali main ke pondokan di tepi danau, atau berjalan-jalan di dermaga.

Secuil Kekecewaan
Semua nyaris sempurna di Satonda, kecuali sampah-sampah yang bertebaran. Entah siapa yang harus bertanggung jawab terhadap sampah yang berada di pantai sampai ke area fasilitas di Pulau Satonda. Andai datang dengan banyak orang, ingin rasanya mengadakan kegiatan pungut sampah. Yang hanya bisa saya lakukan adalah mengumpulkan sampah di sekitaran pondokan saja.