Ampenan Joq Sape #3 : Menikmati Marente, Menatap Pulau Terpadat di Dunia

Hidup seperti air mengalir, dari hulu ke hilir. Kadang yang dilewatinya datar, kadang curam, kadang berbatu agar sampai ke tempat tenang.

Pandangan pertama Air Terjun Agal

Target perjalanan hari kedua adalah sampai di Sumbawa Besar pada malam hari. Meskipun terlihat kecil, menjelajahi langsung menyadarkan bahwa Sumbawa itu tetap luas. Beberapa lokasi yang dijadwalkan untuk dikunjungi, terpaksa harus ditunda karena waktu yang terbatas. Pulau Sumbawa luasnya kira-kira 3 kali Pulau Lombok, terdapat jalan Nasional yang menghubungkan Pototano di ujung barat hingga ke Sape di ujung timur.

Di jalan nasional ini kondisinya cukup ramai. Biasanya truk pengangkut logistik, bus antar kota dalam propinsi maupun lintas pulau melalui jalur ini. Kondisi jalannya cukup baik dan lebar. Jalur ini juga dijadikan sebagai ajang lari ultra marathon terganas di Asia Tenggara, Tambora Challange dengan jarak tempuh 320 km, dari Pototano hingga padang sabana Doro Ncanga.



 

 

Marente, Desa Permai Berpagar Bukit

Desa Marente adalah salah satu desa yang indah di Kecamatan Alas. Di sinilah tempat kelahiran Gubernur Nusa Tenggara Barat, Bapak Zulkiflimansyah. Pada awalnya saya berencana mengunjungi Air Terjun Zebra, Air Terjun Agal, dan Air Terjun Seketok. Air Terjun Zebra konon merupakan yang tertinggi di Sumbawa. Jaraknya paling jauh di antara yang lain.  Melalui Om Iyus, saya dikenalkan Om Han, salah satu warga Marente. Om Han yang mencarikan saya guide untuk ketiga air terjun tersebut. Namun sayang, guide yang rencananya mendampingi saya ke Air Terjun Zebra, sedang sakit. Akhirnya saya hanya ke Agal dan Seketok ditemani oleh Alief, pemuda Marente.


Treking Air Terjun Agal dan Seketok
Agal sudah menjadi incaran beberapa bulan silam. Air terjun bertingkat yang cukup tinggi ini terlihat sangat cantik. Sayang, keinginan itu harus ditahan sampai akhirnya saya bisa kesini sekarang. Perjalanan dimulai dengan menyeberangi Sungai Marente yang jernih dan berarus tenang. Setelah menyeberangi sungai, kami berdua mulai memasuki kawasan hutan yang masih asri.

Sebelumnya Saya mendapat info bahwa dibutuhkan waktu hampir 2 jam untuk sampai ke Air Terjun Agal.

"Mau mode kenceng atau pelan mas?"
"saya ngikut kamu aja, nanti kalau capek saya ngomong"

Saya melihat Alief ini pakai legging dan sepatu lari. Ternyata bener, dia emang suka lari. Jalan setapak ini memang menanjak dan jarang ada bonus. Wajar aja sih kalau sampai 2 jam. Kata Alief, banyak yang mengeluh jauhnya Air Terjun Agal. Tapi pemandangan hutan yang asri dan sejuk, membuat treking kali ini terasa menyenangkan.

Kondisi Jalur Menuju Air Terjun Agal

45 menit kemudian mulai terdengar gemuruh air terjun. Ternyata dengan menggunakan mode cepat, Air Terjun Agal dapat ditempuh kurang dari satu jam. Rasa lelah karena membawa tas carrier, terbayar sudah begitu menyaksikan langsung kerennya Air Terjun Agal yang bertingkat-tingkat.

Pandangan pertama Air Terjun Agal

cukup lama saya menikmati Air Terjun Agal ini. Meskipun masuk musim kemarau, aliran airnya tetap besar. Air terjun ini merupakan salah satu yang tertinggi di Nusa Tenggara Barat.

Melihat lebih dekat Air Terjun Agal

Setelah puas melihat Agal, saya melanjutkan treking menuju Air Terjun Seketok. Dari Agal kami kembali turun menuju Sungai Marente, sebelum sampai sungai ada percabangan jalan setapak, kami belik kiri.

Kira - kira begini lah denahnya

Jalur setapak menuju Air Terjun Seketok tidak begitu jelas. Alief bahkan harus memberi tanda berupa sayatan pohon menggunakan golok agar kami tidak tersesat ketika pulang. Rutenya lebih landai dari pada Air Terjun Agal, dan harus menyeberangi sungai.

Akhirnya tiba di Air Terjun Seketok

Keunikan dari Air Terjun Seketok adalah ada dua air terjun yang menyatu ke sebuah kolam. Sayangnya saat kami kesana, air terjunnya hanya ada satu, karena memang sedang memasuki musim kemarau.

Saya menyempatkan diri berendam di kolam Air Terjun Seketok untuk menghilangkan rasa penat. Cuaca mulai mendung, kami segera bergegas pulang ke Desa Marente. Perjalanan turun terasa lebih cepat, kami tiba di Sungai Marente, supaya badan lebih segar, saya kembali berendam di sungai jernih berarus tenang ini.
Tips :
1. Gunakan guide penduduk lokal Desa Marente mengingat baik jalur menuju Agal atau Seketok banyak memiliki percabangan. Untuk info guide bisa hubungi telp/sms/WA Om Han : +62 818-0532-2778

2. Sedia bekal yang cukup karena perjalanan yang lumayan melelahkan. Menurut Alief, untuk air minum bisa menggunakan aliran air terjun karena masih sangat jernih dan bersih.

Pulau Bungin, Pulau Terpadat di Dunia

Tidak jauh dari Desa Marente, masih di Kecamatan Alas, Sumbawa, terdapat salah satu pulau terpadat di dunia. Yap Pulau Bungin, terletak di sebelah utara Alas. Meskipun judulnya pulau, saya tidak perlu menyeberang ke Bungin karena memang ada akses jalannya, meskipun berupa tanah.

Foto Aerial Pulau Bungin

Tidak perlu menyeberang menggunakan perahu, ada jalan yang menghubungkan daratan Pulau Bungin - Pulau Sumbawa[/caption]

Padat bukan main[/caption]

Berhubung Kota Sumbawa masih jauh, saya memutuskan tidak berlama-lama di Pulau Bungin. Sebelum memasuki Kota Sumbawa, saya menyempatkan diri mengambil gambar di Labuan Badas, salah satu pelabuhan utama di Pulau Sumbawa.

Salah satu sudut Labuan Badas

Jalanan di kawasan Labuan Badas, tampak Kota Sumbawa dari kejauhan

Di Kota Sumbawa saya menumpang nginap di rumah mertua Om Iyus sebelum melanjutkan perjalanan ke Pulau Satonda keesokan harinya. Di rumah ini saya disambut dengan baik sekali. Sampai rumah saya dihidangkan menu buka puasa berupa es campur dan makanan khas Sumbawa yaitu Sepat Ikan. Terima kasih banyak Om Iyus.

Keindahan Sumbawa Besar terangkum dalam video ini