Sekilas Mengenai Psikologi Abnormal


Sampai minggu kedua ini, perkuliahan Psikologi Abnormal masih belum bisa memberikan esensi dari abnormal itu sendiri kepada mahasiswanya




“woalah, adi bangetzz”



Minggu pertama dosen nggak masuk, aku lupa alasannya. Untungnya ada yang gantiin dan tampangnya, cukuplah menyegarkan hati. Hehehehe Sementara di minggu kedua, dosen memang masuk, tapi belum mengenalkan apa psikologi abnormal itu. Di kuliah kedua ini ada sesuatu yang aneh. Kita sebut aja dosen ini sebagai Bu A. Apa saja yang aneh, berikut cuplikannya:


1. Membersihkan mikrofon sebelum memakainya (apa dia mengalami obsesi compulsive disorder?)


2. Terjadi perdebatan antara Nadia,Uzzy vs Bu A ini


3. Dan lain-lain




“berarti bu dosennya dong yang abnormal?”



Ye gak mungkinlah, ketauan banget beliau memahami banyak banget tentang ilmu lain selain psikologi. Wawasannya juga luas. Lagian kalau dia abnormal mana mungkin dia jadi dosen.


Kali ini aku mau share tentang definisi abnormal sepengetahuan aku (maksudnya yang udah aku baca)


Apa itu perilaku abnormal?




“hmmm abnormal itu gila, edan, perilakunya aneh, menyusahkan orang lain dan diri sendiri, betul?”



Gila? Apakah semua orang yang compulsive disorder itu gila? Menyusahkan orang lain? Apakah semua orang yang cemas lalu berkeringat, hingga gemetaran mengganggu orang di sekitarnya? Sangat sulit mendefinisikan perilaku abnormal.




“terus abnormal itu apaaaa? Apaaaaa ? buruaaaaaaaan? Penasaran nihh?”



Caelah sabar nape. Begini, karena para ahli masih kesulitan mendefinisikan perilaku abnormal. Maka digunakanlah kriteria-kriteria tertentu untuk menentukan apakah perilaku tersebut abnormal atau tidak. Apa aja kriterianya:


Kriteria statistik, orang yang berperilaku abnormal berada pada titik ekstrim dalam kurva normal. Yaitu kurva yang bentuknya seperti lonceng. Daerah mean atau rata-rata berada di tengah-tengah, sementara titik ekstrim berada di paling ujung kiri atau kanan kurva.




“lho wan, kalau ada kurva tentang hasil tes IQ, berarti orang yang berada di titik paling kanan kurva disebut abnormal dong? Padahal dia kan jenius?”



Nah itulah kesulitan kita kalau mendefinisikan perilaku abnormal hanya dengan satu kriteria saja. Nah ini kriteria selanjutnya


Kriteria norma, salah satu alasan individu dalam berperilaku adalah adanya kontrol atau norma dari masyarakat. Orang disebut abnormal apabila ia menyimpang dari norma tersebut. Nah orang yang jenius tadi gak bisa disebut abnormal apabila ia masih bersikap sesuai dengan norma yang ada di sekitarnya.




“misalnya ya wan, ada seorang gay asal belanda datang ke Indonesia, nah oleh masyarakat indonesia dia dianggap melanggar norma kesusilaan. berarti dia abnormal dong?”



Kalau dia di Belanda (negara yang memperbolehkan pernikahan dengan sesama jenis) dia tentu saja tidak bisa disebut kriteria abnormal. Tapi kalau dia berada di Indonesia, boleh saja menyebut mas-mas yang Gay ini abnormal, aneh, menyimpang dll. Jadi kriteria norma ini banyak digunakan oleh masyarakat umum untuk menentukan perilaku abnormal.


Yang terakhir adalah kriteria patologis. Maksudnya, seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila berdasarkan pertimbangan dan pemeriksaan psikologis dari psikolog atau psikiater dia menderita gangguan mental seperti psikopat, pasikotik, skizoprenia dan gangguan psikologis yang lain



Jadi saran aku sih, jangan menjudge seseorang itu gila maupun abnormal sebelum kita tahu alasan seseorang melakukan hal-hal yang menurut kita aneh. Menilai seseorang harus dengan objektif tanpa diikuti oleh motif-motif lain.




"dasar munafik, semalam waktu kumpul pleton terus ada orang gila, kamu malah ketakutan & akhirnya malah ngeledek dia"



Sssst, jangan menyebut orang gila, tapi orang yang mengalami masalah jiwa atau gangguan mental. Terlalu kasar kalau kita menyebut gila. Kalau masalah orang yang mengalami gangguan mental seperti semalam kemarin sih, dianya aja datengnya gak tepat.