Banyak orang bilang UGM itu kampus kerakyatan, kampus ndeso, kampus biru, kampus pejuang dan kampus lain-lain. Tapi pembaca yang budiman, itu dulu. Sekarang, UGM lebih cocok sebagai kampus konglomerat. Kuliah di UGM ternyata mahal juga.
“mungkin ini wan yang disebut kampus ndeso bayarane kutho”
Yoi betul banget. Untuk masuk UGM lewat Ujian Tulis (melalui jalur inilah mayoritas mahasiswa S1 UGM berasal) dibutuhkan puluhan juta rupiah. Bahkan pada fakultas-fakultas favorit seperti Fakultas Kedokteran dan Ekonomika Bisnis, penerimaan mahasiswa melalui jalur Penelusuran Bakat Swadana (PBS) yang membutuhkan dana puluhan juta rupiah cukup besar. Hal ini menegaskan UGM sudah bukan kampus yang merakyat. Alasan klasik, subsidi pemerintah kurang.
Namun yang akan saya bahas sekarang adalah mengenai Ujian Tulis (UTUL) UGM. Sudah dijelaskan di atas bahwa sebagian besar mahasiswa S1 UGM diterima melalui jalur ini. UTUL banyak diminati karena persyaratannya yang mudah, seperti lulus SMA/SMK/MA maksimal 2 tahun sebelum UTUL. Celakanya, sebagai gerbang mayoritas menuju UGM, UTUL hanya diselenggarakan di 10 kota pada tahun 2008 yaitu Lhokseumawe, Pekanbaru, Batam, Tangerang, Jakarta, Yogyakarta, Balikpapan, Madiun, Banjarmasin, dan Bandarlampung. Dan setiap tahun UTUL hanya diselenggarakan di kota-kota ‘basah’ saja.
“yang penduduknya kaya, daerahnya ramai”
Yang unik lagi, jumlah peserta UTUL paling banyak berada di Yogyakarta (tahun 2008 dari sekitar 35.000 peserta UTUL, 20.000 nya mengikuti UTUL di Jogja), meskipun UTUL di Yogya ini tidak hanya diikuti pelajar-pelajar dari Jogja, namun juga dari kota lain.
“lho kok bisa?”
Begini lho, desas-desus saat UTUL mengatakan bahwa calon mahasiswa yang ikut UTUL di Jogja akan mendapat kuota khusus untuk diterima menjadi mahasiswa UGM. Nah inilah yang membuat banyak orang yang nekat UTUL di Jogja. Padahal menurut aku ini gak bener, karena aku dah mengalami sendiri. Temenku yang lumayan pinter ikut UTUL di Jogja, sementara aku yang biasa-biasa aja ikut UTUL di Jakarta, malah aku yang lolos sementara dia nggak.
Lokasi UTUL yang hanya menjangkau beberapa kota saja dikhawatirkan UGM menjadi monopoli orang Jawa atau daerah kaya saja. Saat ini jarang sekali mahasiswa UGM dari NTT, Maluku, Irian, Sulawesi. Bahkan UGM saat ini seolah-olah dikuasai oleh orang Bantul, Sleman dan lain-lain. Sebetulnya saya mengacungkan jempol buat pelajar Jogja, sepengetahuan saya, Jogja termasuk salah satu kota yang tingkat pendidikannya lumayan baik. Hampir sebagian besar siswa SMA di kota Jogja melanjutkan kuliah, bahkan banyak SMA yang sebagian besar diterima di PTN.
Sebagai Universitas Nasional sudah sepatutnya UGM menyelenggarakan Ujian Masuk secara nasional juga. Saya yakin masih banyak pelajar di daerah yang ingin melanjutkan kuliah di UGM. Namun hanya karena terkendala lokasi ujian yang jauh, mereka akhirnya mengurungkan niat kuliah di UGM. Kesempatan mereka mungkin hanya mengikuti SNMPTN, namun kuota untuk mahasiswa UGM terlampau kecil. Saya berharap kedepannya UGM tidak menjadikan alasan kekurangan dana sebagai penyebab semua ini. Semoga UGM betul-betul menjadi universitas nasional, saya bermimpi memiliki teman dari Aceh hingga Papua, sehingga wawasan saya tentang Indonesia ini semakin bertambah.