Perguruan tinggi negeri/PTN ternyata masih menjadi primadona bagi siapapun yang ingin melanjutkan pendidikan lebih tinggi. Nama besar, prestasi serta biaya yang sebanding dengan kualitasnya, membuat para pelajar begitu ambisius agar dapat diterima di PTN.
PTN saat ini berbeda dengan PTN zaman dulu. PTN sekarang lebih mahal, lebih ‘komersil’ dan lebih otonom dalam mengelola keuangannya. Bentuk dari otonomi tersebut tidak lain karena adanya perubahan undang-undang yang mengatur pendidikan tinggi. Implikasinya dapat kita lihat salah satunya adalah penyelenggaraan ujian masuk bagi calon mahasiswa yang dilakukan secara mandiri oleh perguruan tinggi. Di UGM sejak tahun 2003 mengenalkan sistem Ujian Masuk UGM (UM UGM), sementara ITB ada Ujian Saringan Masuk (USM ITB) dan UI akhirnya pada tahun 2009 ini membuka jalur mahasiswa baru dengan Seleksi Masuk UI (SIMAK UI).
Dari segi pendaftaran ITB lah yang paling mahal. Denger-denger dari obrolan temen-temen, biaya formulir USM ITB mencapai Rp. 800.000. Super duper mahal untuk sebuah formulir ujian. Sementara di UGM sendiri tampaknya program Ujian Tulis yang mencakup beberapa jenis jalur (swadaya, berprestasi, tidak mampu, olah raga dan seni) berlangsung cukup stabil (hampir tidak ada perubahan proses seleksi sejak tahun 2003).
Permasalahannya adalah banyaknya jalur masuk PTN tersebut memiliki berbagai dampak yang kurang baik. Salah satunya adalah banyaknya kursi kosong akibat adanya perserta yang tidak daftar ulang karena lulus di salah satu PTN. Peserta tersebut biasanya dua atau lebih ujian masuk PTN. Berbeda dengan sistem seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) atau ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN) calon mahasiswa diseleksi secara nasional dan bersamaan. Pada waktu itu gerbang masuk PTN hanya melalui SPMB atau beberapa ada yang melalui penelusuran minat dan bakat (PMDK) dengan syarat-syarat tertentu. Sehingga peserta harus memanfaatkan kursi dimana mereka lulus ujian PTN dan pada akhirnya bangku kosong sangat kecil sekali kemungkinannya untuk terjadi.
Saya memiliki pengalaman pada saat teman saya ikut SPMB. Ia diterima di Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Padjajaran (UNPAD). Namun karena beberapa pertimbangan, akhirnya ia memilih meninggalkan Ilmu Pemerintahan dan melanjutkan kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta. Bayangkan jika kursi tersebut tidak disia-siakan dan dimanfaatkan oleh seorang yang memang berpotensi masuk jurusan tersebut. Tentulah, satu orang telah menikmati pendidikan Ilmu Pemerintahan dan dia mampu memiliki skill untuk mengabdi kepada negara.
Tampaknya pemerintah harus turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini. Jangan ada bangku kuliah yang disia-siakan, disaat bangsa ini membutuhkan intelektual-intelektual sejati. Pemerintah harusnya memberikan subsidi yang besar kepada perguruan tinggi terutama negeri agar mereka tidak seenaknya saja mengadakan ujian mandiri. Saya sendiri menduga, PTN mencari untung dengan mengadakan ujian mandiri. Hal tersebut sangat wajar karena pemerintah berangsur-angsur menurunkan subsidi bagi PTN.