Hampir semua orang pernah mengalami apa yang disebut dengan marah. Yap, marah, kata ini identik dengan muka memerah, pandangan mata yang tajam, tangan mengepal, dan suara yang ketus. Tapi gak semua marah di manifestasikan dengan semua itu. Beberapa orang melampiaskan marah dengan cara yang dingin. Ia marah tapi dengan senyum. Ia marah tapi tenang. Apapun bentuknya, saya sebetulnya gak suka jika ada orang yang marah sama saya.
Orang yang marah kepada saya biasanya terjadi ketika apa yang diinginkan orang itu tidak sesuai dengan apa yang aku perbuat. Nah marah berarti dapat diartikan sebagai ketidakseimbangan antara satu orang dengan orang yang lain. Ketidakseimbangan bisa dalam berbagai bentuk, seperti perbuatan, pemikiran, maupun sikap. Untuk bisa meredakan kemarahan, maka cara konvensional yang bisa kita pakai biasanya dengan menyeimbangkan elemen-elemen tersebut. Tetapi apakah selamanya kita harus mengikuti kemauan orang yang marah itu.
Emang sih ketika ada orang yang marah sama aku, biasanya aku akan berusaha membuat ia tenang dan merasa dihargai. Tetapi itupun tergantung siapa dia dan apa alasannya dia marah sama aku. Kalau aku memang salah, maka gak ada jalan lain, buat ia merasa dihargai dengan mengaku bahwa aku salah. Dan perlahan ia akan berempati sama kita. Lain halnya kalau aku marah sama orang lain. Supaya aku gak berlarut-larut marah sama dia, aku akan berusaha menimbulkan rasa empati ku buat dia. Bagaimana caranya? Banyak. Kita bisa ingat orang tuanya yang mengasihi dia, ingat ibunya yang telah meninggal, ingat jasa baik dia, dan lain-lain. Emang gak mudah menimbulkan rasa empati ketika marah. Marah ibarat api yang lidahnya menjulur-julur, sementara empati adalah air yang mudah menguap jika ia terlalu sedikit, namun mampu meredam api emosi ketika jumlahnya banyak. Begitu juga dengan marah dan empati. Kita harus mampu menggali hal-hal yang membuat kita merasa empati dengan dia. Dengan begitu api amarah kita semoga tersiram dengan kesejukan empati.